Rabu, 09 Mei 2012

Kajian Tentang Sifat Fisika, Kimia, dan Biologis Tanah Pertanian Yang Rentan Longsor di Lereng Bagian Barat Gunung Lawu Wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah




ABSTRAK
1).Ir.Priyono, MM; 2).Ir.Kharis Triyono, M.Si; 3).Ir.Martana.
Tim Fakultas Pertanian UNISRI Surakarta.

Tujuan penelitian: untuk mengetahui secara kualitatif dan kuantitatif Sifat Tanah Pertanian Yang Rentan Longsor di lereng bagian Barat Gunung Lawu Wilayah Kabupaten Karanganyar berikut klasifikasi tanah dan faktor yang mempengaruhi pembentukan tanahnya.
Penelitian ini melalui  survey  dengan teknik pengumpulan data primer secara observasi (boring dan deskripsi profil tanah) maupun analisis laboratorium terutama sifat fisika tanah. Tempat penelitian pada tanah yang rentan longsor: Kec. Karangpandan / Ds Gerdu, Kec. Tawangmangu / Ds Plumbon, Kec. Ngargoyoso / Ds.Nglegok, Kec. Jatiyoso / Dsn Margorejo, Kec. Jenawi / Ds Seloromo, Kec. Kerjo / Ds Plosorejo. Waktunya   Agustus  s.d   Oktober 2011.
Kesimpulannya: 1).Wilayah Kab. Karanganyar termasuk daerah rawan longsor dari 17 kecamatan yang ada terdapat 12 s.d 15 kecamatan yang rawan longsor  Jadi setiap ada musim hujan tiba dipastikan ada daerah yang terkena longsor; 2).G. Lawu sebagai salah satu sumber produksi pertanian penting di Kab. Karanganyar; 3). Sifat tanah di Daerah Kab. Karanganyar cukup subur sehingga cocok untuk usaha pertanian Sebagian besar wilayah Kab. Karanganyar memiliki sifat dan tingkat kelongsoran relative sama (sifat tanah, kondisi geografis, dan cuaca ) ; 4).Daerah sekitar longsoran (rentan longsor) masih cukup potensial untuk usaha pertanian asalkan disertai upaya konservasi tanah berwawasan lingkungan; 5). Faktor Pembentuk Tanah yang berpengaruh: iklim, bahan induk (G.Lawu), dan organisme (bahan organic dan vegetasi); 6).Hasil klasifikasi tanah diperoleh nama Andosol (PPT Bogor dan FAO/UNESCO) atau Hapludands (Soil Taxonomy USDA) untuk Ds.Plumbon Kec.Tawangmangu, dan Kambisol (PPT Bogor dan FAO/UNESCO) atau Eutropepts (Soil Taxonomy USDA) untuk Ds. Plosorejo Kec.Kerjo, Ds. Nglegok Kec. Ngargoyoso, Ds Seloromo Kec. Jenawi, Dsn Margorejo Kec. Jatiyoso, Ds Gerdu Kec. Karangapandan.,

Kata kunci: Kajian, Sifat Tanah Longsor, Lereng Gunung.


Study On Nature Physics, Chemistry, and Biological Agricultural Soil The Vulnerable Western Slope Landslide in Region Lawu Volcanic Karanganyar District, Central Java

ABSTRACT
1). Ir.Priyono, MM; 2). Ir.Kharis Triyono, M. Si; 3). Ir.Martana.
Faculty of Agriculture UNISRI Surakarta´s team

Research goals: to determine the qualitative and quantitative nature of the Agricultural Soil Landslide Prone on the slopes of the Western Region District Karanganyar
Lawu Volcanic following   soil classification and the factors that affect soil formation.
This research through a survey with primary data collection techniques in observation (boring and soil profile descriptions) as well as laboratory analysis of soil physical properties in particular.Place of research on landslide prone soils: Kec. Karangpandan / Ds Gerdu, district. Tawangmangu / Ds Plumbon, district.Ngargoyoso / Ds.Nglegok, district. Jatiyoso / Dsn Margorejo, district. Jenawi / Ds Seloromo, district. Kerjo / Ds Plosorejo. The time is August until October 2011.
        In conclusion: 1). Regional District. Karanganyar including landslide-prone areas of the existing 17 districts there are 12 to 15 districts are prone to landslides So every time the rainy season there are certain areas affected by landslides, 2). Lawu as one important source of agricultural production in the district.Karanganyar; 3). Soil properties in the Regional District.Karanganyar quite fertile making it suitable for most agricultural business district areas. Karanganyar have properties and the same relative level of landslides (soil properties, geographic conditions, and weather); 4). The area around the avalanche (avalanche prone) still has good potential for farming as long as accompanied by environmentally sound land conservation efforts; 5). Soil Forming Factors that influence: climate, parent material (G. Lawu), and organisms (organic material and vegetation); 6). The results of soil classification obtained andosol name (PPT Bogor and FAO / UNESCO) or Hapludands (USDA Soil Taxonomy) for Ds.Plumbon Kec.Tawangmangu, and Kambisol (PPT Bogor and FAO / UNESCO) or Eutropepts (USDA Soil Taxonomy) for Ds. Plosorejo Kec.Kerjo, Ds. Nglegok district.Ngargoyoso, Ds Seloromo district. Jenawi, Dsn Margorejo district. Jatiyoso, Ds Gerdu district. Karangapandan.,

Key words: Assessment, Nature Landslide, Slope Mountain.


Jumat, 04 Mei 2012

PENGGUNAAN BEBERAPA TAKARAN DAN JENIS MULSA GULMA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP EFISIENSI PENGENDALIAN GULMA DAN HASIL KEDELAI


THE USING OF SOME DOSAGES AND KINDS OF WEED MULCH AND IT’S
EFFECTS ON WEED CONTROL EFFICIENCY AND SOYBEAN YIELD

Kharis Triyono
Fakultas Pertanian Univ.Slamet Riyadi Surakarta

A research has been conducted in Tegal Gedhe village, Karanganyar Regency Central Java started June 2010 until September 2010. The object of the research is to observe the using of some dosages and kinds of weed mulch on weed control efficiency and soybean yield. Randomized Completely Block Design was used by factorial with three replication . Dosages factors were : 7 , 14, and 21 ton ha-1. While kinds of weed mulch were : cogon grass, water hyacinth and in situ. The result showed that dosages and kinds of weed mulch individually , effect weed control efficiency at 21 and 42 DAP, number pod per plant, number seed per plant and seed dry yield. There were interaction between dosage and kinds of weed mulch on number seed per plant and seed dry yield. Dosages of weed mulch of cogon grass at 21 ton ha-1 could increase seed dry yield to 56 percent.
Keywords : Weed mulch, cogon grass, water hyacinth, soybean

PENDAHULUAN
Pengendalian gulma pada tanaman kedelai dapat dilakukan dengan cara kultur teknis seperti penggunaan mulsa yang berupa sisa-sisa gulma(limbah organik gulma) sebagai penutup tanah atau mulsa (Rao, 2000). Purwowidodo (l983) menyatakan bahwa mulsa merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan bahan organik. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah akan memperbaiki sifat fisik tanah, kimia tanah dab biologi tanah melalui pembentukan agregat-agregat tanah yang lebih stabil dan struktur yang granular sehingga dapat meningkatkan infiltrasi. Ditambahkan oleh Hasanuddin et al., (l997) bahwa gulma yang kering dapat digunakan sebagai mulsa pada pertanaman kedelai tanpa mengganggu hasil kedelai.
Baruah (l984) menyatakan dalam rangka usaha pengendalian gulma rupanya akan lebih berhasil bila diikuti atau dipikirkan mengenai kemungkinan pemanfaatan gulma. Enceng gondok (Eichornia crassipes ) yang merupakan gulma air dapat mengganggu lalu lintas air dan menyebabkan pendangkalan di daerah perairan.  Pengendalian gulma ini telah banyak dilakukan dengan berbagai metode namun hasilnya kurang memuaskan. Dengan demikian cara lain untuk mengendalikan gulma air tersebut adalah memanfatkannya sebagai mulsa untuk mengendalikan gulma pada lahan kering seperti pada tanaman kedelai.Hasil penelitian Hasanuddin et al ( l997) memperlihatkan bahwa pemberian mulsa enceng gondok segar sebanyak 20 ton ha-1 dapat meningkatkan efisiensi pengendalian gulma, komponen hasil serta hasil tanaman kedelai.
Selain enceng gondok (Eichornia crassipes ) beberapa jenis gulma yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah hidrilla (Hydrilla verticillata), alang-alang (Imperata cylindrica) maupun gulma yang berasal dari lahan pertanaman itu sendiri (Hasanuddin dan Hafni, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan takaran dan jenis mulsa serta pengaruhnya terhadap efisiensi pengendalian gulma dan hasil tanaman kedelai sehingga dapat memberikan informasi bagi para petani dalam rangka pemanfaatan beberapa mulsa gulma untuk mengendalikan gulma di pertanaman kedelai.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian lapangan ini telah dilaksanakan di Desa Tegal Gede Kab.Karanganyar Jawa Tengah sejak bulan Juni sampai dengan September 2010. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kultivar argomulyo, mulsa enceng gondok, alang-alang, pupuk urea, TSP, KCL, inokulan legin, insektisida curater, insektisida thiodan 35 EC, bajak, hand counter, oven dan handsprayer.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial dengan tiga kali pengulangan. Faktor pertama adalah takaran mulsa gulma sebanyak 7, 14 dan 21 to/ha, sedangkan factor kedua jenis mulsa gulma yaitu alang-alang, enceng gondok dan gulma in situ. Menggunakan petakan sebanyak 27 buah dengan ukuran petak masing-masing 2 x 3 m. Tanah yang digunakan untuk penelitian dibajak sebanyak 2 kali. Jarak antar petakan yang termasuk dalam satu ulangan 25 cm sedangkan jarak antar ulangan selebar 50 cm. pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP dan KCL dengan dosis masing-masing 50, 60 dan 70 kg/ha. Pupuk urea diberikan dua kali yaitu setengah bagian diberikan pada saat tanam yang dicampurkan dengan seluruh pupuk KCL dan TSP. Sedangkan setengah bagian lagi diberikan pada 30 hari setelah tanam (HST). Dalam pengendalian serangga hama digunakan Insektisida Thiodan 35 EC pada konsentrasi 2 cc/L dan Curater dengan dosis 2 kg/ha. Mulsa gulma segar yang telah diambil, kemudian dipotong-potong lebih kurang 5 cm dan disebarkan dipermukaan tanah secara merata pada setiap petak percobaan . Takaran dan jenis mulsa gulma disesuaikan dengan perlakuan. Benih di tanam pada lubang yang dibuat dengan tugal sedalam 3 cm. Setiap lubang berisi 3 benih yang telah diberikan insektisida curater. Penjarangan dilakukan pada 10 HST dengan menyisakan 2 tanaman setiap lubang.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain :
  1. Efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST. Untuk menghitung Efisiensi Penge ndalian Gulma (EPG) pada 21 dan 42 HST digunakan rumus (Sing et al., 1989)   
             
EPG  = BKG Kontrol   -    BKG Perlakuan     X    100%
                 BKG  Kontrol     
           
EPG   =   efisiensi pengendalian gulma (%)
BKG  =  Bobot kering gulma
  1. Jumlah polong per tanaman
  2. Jumlah biji per tanaman
  3. Hasil biji kering
Seluruh parameter pengamatan dianalisis secara statistic dengan menggunakan sidik peubah tunggal  yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Efisiensi pengendalian gulma
Hasil sidik peubah tunggal memperlihatkan bahwa perlakuan takaran dan jenis mulsa gulma secara mandiri berpengaruh terhadap efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata efisiensi pengendalian gulma dan jumlah polong per tanaman akibat perlakuan takaran dan jenis gulma 
Perlakuan
Efisiensi pengendalian gulma (%)
Jumlah polong per tanaman (polong)

21 HST
42 HST
Takaran Mulsa ton/ha
7
14
21
BNT (0,05)

Jenis mulsa gulma
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
BNT (0,05)

28.47 b
35,46 b
43.33 a
7.71


47.50 a
33.70 b
26.06 b
7.71


28.96 b
31.78 b
41.98 a
8.22


43.45 a
30.26 b
30.26 b
8.22

43.14 c
50.58 b
55.33 a
3.79


52.19
49.44
49.10
-
Keterangan  : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)

Dari Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi takaran mulsa gulma yang diberikan, maka semakin tinggi efisiensi pengendalian gulma pada kedua pengamatan tersebut. Tingginya nilai efisiensi pengendalian gulma pada perlakuan takaran 21 ton/ha karena volume brangkasan mulsa gulma lebih  besar sehingga areal permukaan tanah rerlatif tertutup sempurna. Apabila areal permukaan tanah tertutup sempurna akan memberikan dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan gulma. Madkar et al ( l986) menyatakan bahwa apabila permukaan tanah tertutup  oleh perlakuan tertentu misalnya ada mulsa akan menghambat perkecambahan biji gulma ditambahkan oleh Zimdahl (l993), bahwa sebagian besar gulma, proses perkecambahan gulma sangat tergantung pada factor lingkungan seperti cahaya.
Petak perlakuan yang diberikan mulsa alang-alang memperlihatkan efisiensi pengendalian gulma yang tinggi dan berbeda denga perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karakteristik atau morfologi daun yang spesifik sehingga lebih lama atau lebih rapat menutupi areal permukaan tanah. Permukaan tanah yang ditutupi dengan mulsa akan mengurangi masuknya cahaya matahari ke permukaan tanah. Kejadian ini akan memberikan dampak yang tidak baik bagi pertumbuhan dan perkembangan gulma.
Jumlah polong per tanaman
Berdasarkan hasil sidik peubah tunggal terlihat bahwa perlakuan takaran mulsa gulma secara mandiri mempengaruhi jumlah polong per tanaman . Rata-rata jumlah polong per tanaman  beserta besaran beda  rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 persen dapat dilihat pada Tabel 1 di atas.
Jumlah polong per tanaman tertinggi dijumapai pada perlakuan takaran mulsa sebamyak 21 to per ha. Hal ini dapat dipahami bahwa pada perlakuan tersebut derajat persaingan antara tanaman dengan gulma relative kecil, sehingga sangat mendukung dalam proses fotosintesis yang lebih baik. Kita ketahui bersama bahwa fotosintesis berlangsung di daun, kemudian fotosintat ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman seperti ketempat limbung yaitu pada polong. Seperti yang dikemukakan oleh Baharsyah et al (l985) bahwa pada akhir pembungaan dengan berhentinya pertumbuhan vegetative, terjadinya penimbunan karbohidrat pada batang kedelai yang kemudian digunakan untuk pengisian polong.

Jumlah biji per tanaman
Dari hasil sidik peubah tunggal terlihat bahwa takaran dan jenis mulsa gulma secara berinteraksi mempengaruhi jumlah biji per tanaman. Rata-rata jumlah biji per tanaman beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% da[pat dilihat pada Tabel 2.




Tabel 2. Rata –rata jumlah biji per tanaman akibat interaksi takaran dan jenis mulsa gulma
Takaran Mulsa (ton/ha)
Jenis Mulsa
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
7
14
21
BNT(0,05)
62.13 ef
71.40 cd
101.97 a
53.89 f
65.58 de
76.55 bc
8.36
59.07 ef
70.73 cd
81.37 b
Keterangan : Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)

Pada Tabel 2 di atas terlihat bahwa jumlah biji per tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan jenis mulsa alang-alang yang diberi takaran sebanyak 21 ton per ha yaitu sebanyak 99 butir dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Kita dapat memahami bersama bahwa ada beberapa kegunaan mulsa dalam bidang pertanian salah satunya adalah untuk menghambat pertumbuhan gulma ( Purwowidodo, l983). Mulsa yang diberikan secara merata pada takaran yang relative tinggi akan memperkecil ruang gerak gulma dalam proses pertumbuhannya yaitu dengan semakin kecil kesempatan dalam mengintersepsi cahaya matahari. Kurang energy matahari dapat mengganggu proses fotosintesis . Dipihak lain tanaman kedelai tidak mengalami persaingan sehingga mendapatkan factor-faktor fisik lingkungan dengan leluasa. Fenomena ini membuktikan bahwa tanaman dapat menyerap energi matahari , air, hara dan ruang tumbuh yang lebih banyak ( Hasanuddin dan Erida, l996). Tanaman kedelai yang mendapatkan factor-faktor fisik lingkungan dapat melakukan aktivitas fotosintesis lebih baik. Rentetan kejadian ini akan memudahkan tanaman dalam memasok hasil fotosintesis ke limbung seperti pada biji ledelai.
Hasil biji kering
Secara statistik hasil biji kering dipengaruhi secara berinteraksi oleh factor takaran dan jenis mulsa gulma. Rata-rata hasil biji kering beserta besaran beda rata-rata berdasarkan BNT  pada taraf 5% disajikan dalam Tabel 3.


Tabel 3. Rata –rata hasil biji kering kedelai akibat  interaksi takaran dan jenis mulsa gulma
Takaran Mulsa (ton/ha)
Jenis Mulsa
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
7
14
21
BNT(0,05)
107.13 cd
140.42 b
166.94 a
101.66 d
114.92 cd
133.28 b
13.33
106.41 cd
118.65 c
139.74 b
Keterangan : Anaka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)

Hasil biji kering tertinggi dijumpai pada perlakuan gulma alang-alang yang diberi sebanyak 21 ton per ha dan berbeda denga perlakuan pemberian mulsa lainnya. Tingginya hasil biji kering pada perlakuan tersebut merupakan resultante dari tingginya komponen hasil pada perlakuan tersebut  seperti jumlah polong dan jumlah biji per tanaman. Hasanuddin (l994) mengatakan bahwa jumlah biji pada tanaman kedelai dapat menggambarkan partisi fotosintat antara aparat fotosintat dan pemakai fotosintat selama pertumbuhan tanaman dan mempunyai hubngan yang erat dengan hasil biji kering.

KESIMPULAN
  1. Takaran mulsa gulma berpengaruh nyata terhadap efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering.
  2. Jenis mulsa gulma mempengaruhi efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman dan hasil niji kering
  3. Semakin banyak takaran mulsa gulma yang diberika pada setiap jenis gulma semakin tinggi efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering
  4. Jenis mulsa alang-alang yang diberikan sebanyak 21 ton per ha dapat meningkatkan jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering.

DAFTAR PUSTAKA
Baharsyah.J.D. Suardi, dan I.Las. 1985. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai hal 103-120. Dalam S Somaatmadja.M.Ismunadji. Sumarno. M.Syam. S.O.Manurung dan Yuswardi (editor). Kedelai. PUSLITBANGT-TAN . Bogor
Baruah,J.N. l984. An Environmentally Sounds Scheme for the Management of water Hyancinth through its  Utilization p: 96 – 125 in: G Thyagarajan (rd) Proceedings of the International Conference on Water Hyancinth Hyderabad,India.February 7-11. 1983.UNEP. Nairobi
Hasanuddin,G.Frida dan Jauharlina. L997. Pemanfaatan enceng gondok sebagai pengendali gulma sedrta pengaruhnya terhadap nodulasi,pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L) Merrill). Jurnal Ilmiah Mon Mata Universitas Syah Kuala. L997
Hasanuddin dan G,Frida. L996. Penentuan periode kritis tanaman kedelai (Glycine max (L) akibat adanya persaingan dengan gulma. Hal 14 – 18 Dalam N Sriyani (ed) Prosiding I Konferensi Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Himpunan Ilmu Gulma Indonesia .Bandar Lampung 5 – 7 November l996.
Purwowidodo.l983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.
Singh,G.J.N.Singh,S.Tiwari,V.S. Chaucan, and M.P. Singh. 1989. Weed Control Efficacy of Fluoroxypyr and Tridiphane in Transplanted Rice., p 303 – 307. In Proc, of the Twelfth Asia Pacific Weed Sci. Soc. Conf. Seoul. August 21 – 26. 1989.
Zimdahl,R.L. l993. Fundamentals of Weed Science. Academic Press. New York.