KEANEKARAGAMAN HAYATI
DALAM MENUNJANG
KETAHANAN PANGAN
Kharis Triyono
Fak. Pertanian Univ. Slamet Riyadi Surakarta
Abstracts
Indonesia
become the one of biodiversity center in the world and it is known as the
megabiodiversity country. It is as natur wealth which can be useful at recent
or in the fiture
The
problems of providing food will become the one of main challenge of
development, because of population always increase. Actually biodiversity in
Indonesia as “Emas hijau” which can be used as alternative to cope the problems
of providing food. Althought biodiversity the latest in fact is :1) it is
abundant yet we are poor of knowledge 2) it is potensial but it is not
discovered and useless 3) it has future chances, yet we abandoned it.
Key words : Biodiversity,
problems of providing food, food
security
PENDAHULAN
Indonesia menjadi salah satu pusat
keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara megabiodiversity
Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan kekayaan alam yang dapat
memberikan manfaat serbaguna dan mempunyai manfaat yang vital dan strategis,
sebagai modal dasar pembangunan nasional serta merupakan paru-paru dunia yang
mutlak dibutuhkan baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang
(Suhartini, 2009). Selain itu Indonesia sebagai negara kepulauan
yang memiliki cakupan luas yang bervariasi, dari yang sempit hingga yang luas,
dari yang datar , berbukit serta bergunung, dimana didalamnya hidup flora,
fauna dan mikrobia yang sangat beranekaragam. Berdasarkan gambaran kawasan
biogeografi, Indonesia
memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan
kenekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya. Data Bappenas (2003)
meperkirakan terdapat 38.000 jenis tumbuhan (55% endemik) di Indonesia,
sedangkan untuk keanekaragaman hewan bertulang belakang diantaranya 515 jenis
hewan menyusui (39% endemik), 511 jenis reptilia (30% endemik), 1531 jenis
burung (20% endemik) dan 270 jenis amphibi (40% endemik). Tingginya
keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme itu menempatkan Indonesia sebagai laboratorium alam
yang sangat unik untuk tumbuhan tropik dengan berbagai fenomenanya.
Namun demikian Indonesia juga merupakan negara
dengan tingkat keterancaman lingkungan yang tinggi terutama terjadinya
kepunahan jenis dan kerusakan habitat yang menyebabkan menurunkan kenekaragaman
hayati.
Meskipun Indonesia disebut-sebut sebagai
negara agraris, akan tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan pangan.
Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya pemicu yang menghambat
untuk menuju ketahanan pangan nasional. Akan tetapi berkurangya lahan pertanian
yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi ancaman dan
tantangan tambahan bagi bangsa Indonesia
untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang pangan.
Permasalahan pangan inilah yang kemudian menjadi
isu politik yang cenderung dikaitkan dengan cita-cita terselenggaranya
kecukupan pangan bagi semua rakyatnya. Oleh karena itu untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan pangan tersebut perlu diupayakan ketersediaan bahan yang memadai,
baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Berbagai jenis tumbuhan penghasil umbi,
buah dan biji dari hidupan liar atau yang berada di pekarangan, bahkan hewan
dan mikrobia mestinya dapat dipergunakan sebagai modal dasar pembangunan ketahanan
pangan.
PEMBAHASAN
Keanekaragaman Hayati
Kanekaragaman hayati menurut World Wildlife Fund
dalam Mochamad Indrawan dkk (2007) adalah jutaan tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme termasuk yang mereka miliki serta ekosistem rumit yang mereka
bentuk menjadi lingkungan hidup. Keanekaragaman hayati dapat digolongkan
menjadi tiga tingkat yaitu :
1.
Keanekaragaman spesies, hal ini mencakup semua spesies di bumi, termasuk
bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur,
hewan yang bersel banyak atau multiseluler)
2.
Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu spesies baik diantara
populasi –populasi yang terpisah secara geografis,maupun diantara
individu-individu dalam satu populasi
3.
Keanekaragaman komunitas. Komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya
dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing.
Ketiga tingkatan keanekaragaman hayati itu
diperlukan untuk kelanjutan kelangsunga makhluk hidup di bumi dan penting bagi
manusia. Keanekaragaman spesies menggambarkan seluruh cakupan adaptasi ekologi,
serta menggambarkan evolusi spesies terhadap lingkungan tertentu.
Keanekaragaman hayati merupakan sumberdaya hayati dan sumberdaya alternative
bagi manusia.
Jatna Supriatna ( 2008) menyatakan Indonesia
sebagai negara mega-biodiversity berdasarkan keanekaragaman jenis
menempati urutan papan atas, yakni :
-
Urutan kedua setelah
Brasil untuk keanekaragaman mamalia, dengan 515 jenis yang 99% diantaranya
merupakan endemik
-
Urutan keempat untuk
keanekaragaman reptil (511 jenis, 150 endemik)
-
Urutan kelima untuk
keanekaragaman burung (1531 jenis, 397 endemik) bahkan khusus untuk
keanekaragaman burung pruh bengkok, Indonesia menempati urutan pertama
75 jenis 38 endemik)
-
Urutan keenam untuk
keanekaragaman amfibi(270 jenis, 100 endemik)
-
Urutan keempat dunia
untuk keanekaragaman duna tumbuhan (38000 jenis)
-
Urutan pertama untuk
tumbuhan palmae(477 jenis, 225 endemik)
-
Urutan ketiga utuk
keanekaragaman ikan tawar (1400 jenis) setelah Brazil
dan Columbia.
Keanekaragaman hayati yang ada di alam telah
terancam punah oleh berbagai cara. Suhartini (2009) menyatakan ancaman terhadap
keanekaragaman hayati dapat terjadi melalui barbagai cara berikut :
1.
Perluasan areal pertanian dengan membuka hutan atau eksploitasi hutannya
sendiri akan mengancam kelestarian varietas liar/lokal yang hidup di hutan
(seperti telah diketahui bahwa varietas padi liar/lokal banyak dijumpai di
hutan belukar, hutan jati dan hutan jenis lain). Oleh karena itu sebelum
pembukaan hutan perlu dilakukan ekspedisi untuk pengumpulan data tentang
varietas liar/lokal.
2.
Rusaknya habitat varietas liar disebabkan oleh terjadinya perubahan lingkungan
akibat perubahan penggunaan lahan.
3.
Alih fungsi lahan pertanian untuk penggunaan di luar sektor pertanian
menyebabkan flora yang hidup di sana
termasuk varietas padi lokal maupun liar, kehilangan tempat tumbuh.
4.
Pencemaran lingkungan karena penggunaan herbisida dapat mematikan gulma serta
varietas tanaman budidaya termasuk padi.
5.
Semakin meluasnya tanaman varietas unggul yang lebih disukai petani dan
masyarakat konsumen, akan mendesak/tidak dibudidayakannya varietas lokal.
6.
Perkembangan biotipe hama
dan penyakit baru yang virulen akan mengancam kehidupan varietas lokal yang
tidak mempunyai ketahanan.
Seiring dengan berubahnya fungsi areal hutan,
sawah dan kebun rakyat,menjadi area permukiman, perkantoran, industri, jalan
dan lain-lain, maka menyusut pula keanekaragaman hayati pada tingkat jenis,
baik tumbuhan, hewan maupun mikrobia. Pada gilirannya jenis-jenis tersebut
menjadi langka, misalnya jenis-jenis yang semula banyak terdapat di Pulau Jawa,
seperti nam-nam, mundu, kepel, badak Jawa dan macan Jawa sekarang mulai jarang
dijumpai (Anonim, 1995).
Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah
dimanfaatkan, sebagian baru diketahui potensinya, dan sebagian lagi belum
dikenal. Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat memulihkan diri, namun
kemampuan ini bukan tidak terbatas. Karena diperlukan untuk hidup dan dimanfaatkan
sebagai modal pembangunan, maka keberadaan keanekaragaman hayati amat
tergantung pada perlakuan manusia. Pemanfaatan keanekaragaman hayati secara
langsung bukan tidak mengandung resiko. Dalam hal ini, kepentingan berbagai
sektor dalam pemerintahan, masyarakat dan swasta tidak selalu seiring. Banyak
unsur yang mempengaruhi masa depan keanekaragaman hayati Indonesia, seperti
juga tantangan yang harus dihadapi dalam proses pembangunan nasional secara
keseluruhan, khususnya jumlah penduduk yang besar dan menuntut tersedianya
berbagai kebutuhan dasar.Peningkatan kebutuhan dasar tersebut antara lain
menyebabkan sebagian areal hutan alam berubah fungsi dan menyempit, dengan
rata-rata pengurangan 15.000-20.000 hektar per tahun (Soeriaatmadja, 1991)
Penyusutan keanekaragaman jenis terjadi baik
pada populasi alami, maupun budidaya. Berkurangnya keanekeragaman hayati
populasi budidaya tercatat dengan jelas. Pemakaian bibit unggul secara
besar-besaran menyebabkan terdesak dan menghilangnya bibit tradisional yang
secara turun-temurun dikembangkan oleh petani (Swaminathan, 1983 dalam
Okid Parama Astirin. 2000 )
Ketahanan Pangan
Dari perpektif sejarah istilah ketahanan pangan
(food security) muncul dan dibangkitkan karena kejadian krisis pangan
dan kelaparan. Istilah ketahanan pangan dalam kebijakan pangan dunia pertama
kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB untuk membebaskan dunia terutama
negara-negara berkembang dari krisis produksi dan suply makanan pokok. Fokus
ketahanan pangan pada masa itu menitik beratkan pemenuhan kebutuhan
pokok dan membebaskan daerah dari krisis pangan yang nampak pada definisi
ketahanan pangan oleh PBB sebagai berikut ; food security is availability to
avoid acute food shortags in the event of wide spread coop vailure or other
disaster (Syarief dkk., 1999)
Mahela dan Sutanto ( 2006) menyebutkan bahwa
ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas
berbagai subsistem . Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi
pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari
interaksi ketiga subsistem tersebut.
Pengertian ketahanan pangan sering disama
artikan atau di identikkan dengan kecukupan swasembada beras. Padahal ketahanan
pangan pada hakekatnya adalah terpenuhinya kebutuhan pangan rakyat baik dari
sisi ketersediaan,stabilitas dan akses. Sastrapradja et al.,(2010) menyebutkan
bahwa masyarakat Indonesia
harus menyadari dan wajib mengetahui tentang kekayaan hayati yang dimiliki
bangsanya. Kalau kita bisa memanfaatkannya dengan baik, kita akan dapat
mempertahankan kedaulatan pangan kita. Melalui sistem pertanian, kekayaan dan
keanekaragaman hayati harus dapat dikelola dan dikembangkan sehingga mampu
menjamin ketersediaan pangan. Sayangnya kekayaan untuk mempertahankan kedaulatan
pangan ini mulai menyusut karena berbagai perubahan. Penyebabnya adalah
kegiatan dan tindakan manusia dalam membuka hutan untuk lahan pertanian tanaman
pangan maupun industri serta menebang pohon secara berlebihan, berburu
melampaui batas daya dukung serta perdagangan ilegal berbagai jenis tumbuhan
dan satwa liar tanpa melakukan rehabilitasinya.
Dalam undang-undang No: 7 tahun 1996 tentang
pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut tersirat
bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai
pemenuhan kondisi-kondisi : (1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersedian
yang cukup,dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup
pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas
karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi
pertumbuhan dan kesehatan manusia.(2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman,
diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman
untuk kaidah agama.(3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,
diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada
setiap saat dan merata di seluruh tanah air. (4). Terpenuhinya pangan dengan
kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan
harga yang terjangkau.
Sumberdaya Hayati Pangan yang Terabaikan
Sumber daya hayati sering diartikan sebagai
modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja. Padahal keanekaragaman hayati
mestinya harus merujuk pada aspek keseluruhan dari sistem penopang kehidupan yaitu
mencakup aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek sistem pengetahuan
dan etika dan kaitan diantara berbagai aspek ini (Bappenas, 2003)
Walaupun Indonesia pernah mengalami swa
sembada beras, namun kebutuhan pangan lainnya masih banyak yang perlu di
import, semisal kedelai, jagung, gandum, bawang putih. Tidak luput berbagai
komoditas buah dan sayur, Indonesia
masih tetap kebanjiran produk-produk import. Kenyataan bahwa penduduk Indonesia
dalam soal pangan masih mengandalkan pada tumbuh-tumbuhan. Padahal sumber
protein nabati ini jika dibandingkan dengan protein hewani dari segi kualitas
sumber protein hewani lebih tinggi. Sayangnya penyediaan protein hewani belum
sepenuhnya dapat dipenuhi. Kalaupun tersedia seringkali harganya juga belum
terjangkau oleh masyarakat kebanyakan, ini disebabkan terbatasnya jenis
binatang yang dibudidayakan ( Eko.B.Waluyo, 2011).
Masalah pangan akan tetap merupakan salah satu
tantangan utama pembangunan mengingat jumlah penduduk yang belum sepenuhnya
terkendali. Penganekaragaman pangan yang diusahakan sejak lama sampai sekarang
belum terwujud, sedangkan sumber pangan yang beranekaragam diperlukan untuk
ketahanan nasional di Indonesia, yang pada kenyataannya berupa kepulauan dan
yang kondisi untuk pertaniannya berbeda-beda. Keanekaragaman hayati yang
dimiliki bangsa Indonesia
ini sebenarnya merupakan “emas hijau” yang dapat dimanfaatkan sebagai
alternatif untuk keluar dari kondisi krisis multi dimensi. Namun sayangnya kita
terlantarkan dan bahkan melupakannya (Sukara, 2003)
Rifai ( 2002) menyebutkan tentang kenyataan
terkini keaneragaman hayati di Indonesia
bahwa :
1.
Kita mempunyai kekayaan keaneragaman hayati yang melimpah, namun kita miskin (
tidak hanya miskin harta tetapi juga miskin pengetahuan)
2. Kita mempunyai keaneragaman hayati berpotensi, tetapi tidak
tergali
3.
Kita mempunyai peluang untuk mengembangkan keaneragaman hayati, tetapi tidak
termanfaatkan
4.
Kita mempunyai tantangan untuk mengembangkan keaneragaman hayati, tetapi kita
tidak mampu menjawabnya
5. Kita mengetahui bahwa keaneragaman hayati sangat bernilai guna,
tetapi tercampakkan
6.
Kita mengetahui bahwa keanekaragaman hayati mempunyai prospek masa depan yang
menjajikan, namun tidak pernah memenuhinya dan bahkan mengingkarinya melalui
eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu Imran Said L Tobing ( 2004)
menyatakan bahwa ancaman kepunahan berbagai spesies keanekaragaman hayati,
kerusakan dan penurunan kualitas kawasan (lingkungan) serta reduksi sumber daya
alam hayati yang terus terjadi harus segera ditangani secara serius. Bila tidak
akan merupakan kerugian yang sangat besar bagi kita dengan hilangnya
keanekaragaman hayati sebagai sumber daya alam dengan nilai ekologi maupun
nilai ekonomi serta nilai-nilai lainnya.
Dalam hal sumberdaya hayati pangan, Indonesia
tercatat sebagai kawasan yang menjadi salahsatu pusat
persebaran tumbuhan ekonomi dunia. Menurut
catatan Zeven dan Zhukovsky (1967) Indonesia
bersama Indo-China merupakan kawasan yang banyak ditemukan kerabat
jenis-jenis liar yang berpotensi ekonomi,
misalnya jenis kelapa, sagu, pisang,
durian, rambutan, kecipir, temu lawak, dan
bahkan padi memperlihatkan kisaran keanekaragaman
yang besar. Walaupun sebenarnya padi yang
sekarang menjadi pangan utama bagi hampir
seluruh penduduk Indonesia belum diketahui secara
pasti dari mana nenek moyangnya
(progenitor), namun forma dan varietasnya sangat
banyak. Menurut Nagai (1962) di India
dikenal ada 2000 varietas, di Jepang 2659,
di Filipina 940, belum termasuk di
daratan Cina. Di Indonesia, orang Dayak
Benuaq di Kalimantan Timur mengenal 67 kultivar lokal padi
dan 36 kultivar jenis padi pulut (Hendra, 2009)
Berikut ini adalah jenis-jenis yang telah banyak
dikenali masyarakat yang memiliki potensi dan keanekaragamannya terdapat di Indonesia.
Variasi kultivar yang dimiliki setiap jenis merupakan sumber plasma nutfah yang
tidak ternilai harganya untuk kepentingan pengembangan sumber daya pangan lokal
untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pertanian.
a. Ubi- ubian
Diketahui ada 300 varietas talas
budidaya yang dibedakan berdasarkan ukuran,
bentuk, warna daun, batang, umbi, dan bunga.
Menurut Ochse (1931) di Jawa Tengah pernah
ditemukan ada 14 varietas dan di Jawa Timur ditemukan 3 varietas.
Diantara ubi-ubian yang relatif populer adalah
ubi jalar (Ipomoea batatas). Jenis ini walaupun
bukan asli Indonesia,
tetapi sudah membudaya dan menjadi makanan pokok bagi sebagian kelompok
etnis di Indonesia.
Menurut catatan Lembaga Pusat Penelitian Pertanian
(1969) ada beberapa klon ubi
jalar harapan yang menjadi prioritas pengembangan
yaitu: Southern Quen (27 klon), tembakur ungu (klon
Jawa Barat), Putihkalibaru (klon Jawa Timur), Daya, Jongga, Karya,
Kendalipayakputih (klon Jawa Timur), edang (klon Jawa
Barat), SBY ( 4 klon), serdang, dan
tanjung kait.
b. Kacang – kacangan
Di Indonesia tanaman kecipir memiliki
keanekaragaman yang tinggi, terutama di daerah Papua.
Hasil eksplorasi dan koleksi jenis-jenis
kecipir yang dilakukan oleh Khan (1976) ,
diperoleh 121 lini murni dalam koleksi plasma nutfah kecipir tersebut. Di
Wamena- Pegunungan tinggi Jayawijaya, Papua,
teridentifikasi adanya beberapa kultivar
wenalepuna dicirikan oleh renda pada
pinggiran buahnya yang bergelombang; wenale namok
dicirikan oleh renda pada pinggiran buahnya
yang belekuk tajam, berwarna hijau muda sedangkan bagian tengahnya
berwarna kuning pucat, bersirip hijau muda; wenale membu memiliki
renda yang berlekuk sedang, berwarna ungu tua; wenale huputna
memiliki renda berlekuk tajam, berwarna hijau muda; wenale mewa
memiliki renda berlekuk tajam berwarna ungu
tua (Walujo, 1994)
c. Buah – buahan
Indonesia memang kaya dengan berbagai jenis buah-buahan,
seperti salak, mangga, manggis, durian, rambutan, kepel, belimbing. Durian
misalnya, dari 27 jenis durian yang ada di Sumatra, Kalimantan dan
Malaysia, 19 jenis diantaranya ditemukan di Kalimantan, dan
baru 6 jenis saja yang diketahui
berpotensi sebagai buah meja. Tanaman buah asli Indonesia
lainnya adalah duku (Lansium domesticum). Jenis ini memiliki
3 forma yaitu duku (L. domesticum var. duku), lansat
(L. domesticum var. domesticum), dan kokosan (L. domesticum var. aquaeum)
( Waluyo, 2011)
PENUTUP
Kehilangan keanekaragama hayati sangat erat
kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Ketidak seimbangan ekosistem
menghasilkan bencana dimana-mana. Konversi hutan dan tataguna lahan yang tidak
dikelola dengan baik akan membuat menurunnya produktivitas pertanian dan pangan
makin merosot. Jika kondisi demikian tetap belum ada solusinya, maka Indonesia
akan tetap menjadi pengimport bahan pokok, terutama beras dan terigu terbesar.
Ironis sekali dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang dimilikinya logikanya Indonesia
akan terbebas dari persoalan pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Atlas Kenekaragaman Hayati di Indonesia.
KMNLH-KOPHALINDO. Jakarta
Bappenas.
2003. Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan. Dokumen Nasional
Bappenas. Jakarta
Hendra,M.
2009. Etnoekologi Perladangan dan Kearifan Botani Lokal Masyarakat Dayak
Benuaq di Kabupaten Kutai Barat.Kaltim. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana
IPB. Bogor
Imran
Said L Tobing. 2004. Manajemen Kenaekaragaman Hayati di Indonesia.
Makalah dipresentasikan pada Seminar dan lokakarya “Perkembangan Ilmu-ilmu
hayati di perguruan tinggi di Indonesia,
dan penerapannya dalam masyarakat” 24 Pebruari 2004 di ITB. Bandung
Jatna Supriatna. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta
Khan,T.N.
1976. Papua New Guinea
: A Centre of Genetic diversity in winged bean (Psopocarpus tetraganolobus)
Euphytica
Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. 1969. Ubi-ubian di wilayah
tropika. Brosur LP3. Bogor
Mahela
dan Sutanto. 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan dalam Jurnal Protein
Vol. 13 No. 2 Tahun 2006. Jakarta
Mochamad
Indrawan, Richard B Primack dan Jatna Supriatna. 2007. Biologi Konservasi.
Yayasan Obor Inonesia. Jakarta
Nagai I. 1962. Japonica Rice its breeding and culture.
Yohendo ltd. Tokyo
Okid
Parama Astirin. 2000. Permasalahan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Indonesia.
Dalam Majalah Biodiversitas.Vol 1 No 1 Januari 2000. Jakarta
Rifai,M.A.
2002. Presentasi pada Seminar Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia
(tidak dipublikasikan) Pusat Penelitian Biologi-LIPI.Jakarta
Sastrapradja,SD dan Elizabeth A. Widjaja. 2010. Keanekaragaman
Hayati Pertanian Menjamin Kedaulatan Pangan. LIPI Press.Jln Gondangdia Lama
39, Menteng Jakarta.
Soeriaatmadja.
1991. Rehabilitation of the Degraded Land :The Cigaru Model. Makalah
pada Workshop on Rehabilitation of Degraded Tropical Lands. November 11 – 15.
1991. Brisbane University
of Queensland
Suhartini.
2009. Peran Konservasi Keanekaragaman Hayati Dalam Menunjang Pembangunan
yang Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan
Penerapan MIPA.Fakultas MIPA. UNY. Yogyakarta.
Sukara,E.
2003. Keanekaragaman Hayati (emas hijau), alternative bagi Indonesia keluar dari krisis multidimensi.
Orasi Pengukuhan sebagai Ahli Peneliti Utama Bidang Mikrobiologi. Pusat
Penelitian Bioteknologi-LIPI. Bogor
Syarief,
Hidayat, Hardiansyah dan Sumali. 1999. Membenahi Konsep Ketahanan Pangan Indonesia.
Thaha, Hardiansyah dan Ala
(Editor). Pembangunan Gizi dan Pangan Dari Perspektif Kemandirian Lokal.
Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia dan Center For Regional
Resource Development& Community Empowenment. Bogor
Walujo,Eko
B. 1994. Masyarakat Mukoko di Lembah Balim Irian Jaya : Suatu tinjauan
Etnobotani. Pembangunan Masyarakat Pedesaan : Suatu telaah Analitis Masyarakat
Wamena, Irian Jaya. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Walujo,
Eko B. 2011. Keanekaragaman Hayati Untuk Pangan. Makalah disampaikan
pada Konggres Ilmu Pengetahuan Nasional X. 8 -10 Nopember 2011. Jakarta.
Zaven,AC.
An Zhukovsky. 1967. Dictionary of the Cultivated Plants and Their Centre of
Diversity. Centre for Agricultural Publishing and Documentation.
Wageningen.