THE USING OF
SOME DOSAGES AND KINDS OF WEED MULCH AND IT’S
EFFECTS ON WEED
CONTROL EFFICIENCY AND SOYBEAN YIELD
Kharis Triyono
Fakultas
Pertanian Univ.Slamet Riyadi Surakarta
A research has been conducted in Tegal
Gedhe village, Karanganyar Regency Central Java started June 2010 until September
2010. The object of the research is to observe the using of some dosages and
kinds of weed mulch on weed control efficiency and soybean yield. Randomized
Completely Block Design was used by factorial with three replication . Dosages
factors were : 7 , 14, and 21 ton ha-1. While kinds of weed mulch were : cogon
grass, water hyacinth and in situ. The result showed that dosages and kinds of
weed mulch individually , effect weed control efficiency at 21 and 42 DAP,
number pod per plant, number seed per plant and seed dry yield. There were
interaction between dosage and kinds of weed mulch on number seed per plant and
seed dry yield. Dosages of weed mulch of cogon grass at 21 ton ha-1 could
increase seed dry yield to 56 percent.
Keywords : Weed mulch, cogon grass, water hyacinth,
soybean
PENDAHULUAN
Pengendalian
gulma pada tanaman kedelai dapat dilakukan dengan cara kultur teknis seperti
penggunaan mulsa yang berupa sisa-sisa gulma(limbah organik gulma) sebagai
penutup tanah atau mulsa (Rao, 2000). Purwowidodo (l983) menyatakan bahwa mulsa
merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan bahan organik. Dengan
meningkatnya kandungan bahan organik tanah akan memperbaiki sifat fisik tanah,
kimia tanah dab biologi tanah melalui pembentukan agregat-agregat tanah yang lebih
stabil dan struktur yang granular sehingga dapat meningkatkan infiltrasi.
Ditambahkan oleh Hasanuddin et al.,
(l997) bahwa gulma yang kering dapat digunakan sebagai mulsa pada pertanaman
kedelai tanpa mengganggu hasil kedelai.
Baruah
(l984) menyatakan dalam rangka usaha pengendalian gulma rupanya akan lebih
berhasil bila diikuti atau dipikirkan mengenai kemungkinan pemanfaatan gulma.
Enceng gondok (Eichornia crassipes )
yang merupakan gulma air dapat mengganggu lalu lintas air dan menyebabkan
pendangkalan di daerah perairan.
Pengendalian gulma ini telah banyak dilakukan dengan berbagai metode
namun hasilnya kurang memuaskan. Dengan demikian cara lain untuk mengendalikan
gulma air tersebut adalah memanfatkannya sebagai mulsa untuk mengendalikan
gulma pada lahan kering seperti pada tanaman kedelai.Hasil penelitian
Hasanuddin et al ( l997)
memperlihatkan bahwa pemberian mulsa enceng gondok segar sebanyak 20 ton ha-1
dapat meningkatkan efisiensi pengendalian gulma, komponen hasil serta hasil
tanaman kedelai.
Selain
enceng gondok (Eichornia crassipes )
beberapa jenis gulma yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah hidrilla (Hydrilla verticillata), alang-alang (Imperata cylindrica) maupun gulma yang
berasal dari lahan pertanaman itu sendiri (Hasanuddin dan Hafni, 1999).
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan takaran dan jenis mulsa serta
pengaruhnya terhadap efisiensi pengendalian gulma dan hasil tanaman kedelai
sehingga dapat memberikan informasi bagi para petani dalam rangka pemanfaatan
beberapa mulsa gulma untuk mengendalikan gulma di pertanaman kedelai.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
lapangan ini telah dilaksanakan di Desa Tegal Gede Kab.Karanganyar Jawa Tengah
sejak bulan Juni sampai dengan September 2010. Bahan dan alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah benih kultivar argomulyo, mulsa enceng gondok,
alang-alang, pupuk urea, TSP, KCL, inokulan legin, insektisida curater,
insektisida thiodan 35 EC, bajak, hand counter, oven dan handsprayer.
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial dengan tiga kali
pengulangan. Faktor pertama adalah takaran mulsa gulma sebanyak 7, 14 dan 21
to/ha, sedangkan factor kedua jenis mulsa gulma yaitu alang-alang, enceng
gondok dan gulma in situ. Menggunakan petakan sebanyak 27 buah dengan ukuran
petak masing-masing 2 x 3 m. Tanah yang digunakan untuk penelitian dibajak
sebanyak 2 kali. Jarak antar petakan yang termasuk dalam satu ulangan 25 cm
sedangkan jarak antar ulangan selebar 50 cm. pupuk yang digunakan adalah Urea,
TSP dan KCL dengan dosis masing-masing 50, 60 dan 70 kg/ha. Pupuk urea
diberikan dua kali yaitu setengah bagian diberikan pada saat tanam yang
dicampurkan dengan seluruh pupuk KCL dan TSP. Sedangkan setengah bagian lagi
diberikan pada 30 hari setelah tanam (HST). Dalam pengendalian serangga hama digunakan
Insektisida Thiodan 35 EC pada konsentrasi 2 cc/L dan Curater dengan dosis 2
kg/ha. Mulsa gulma segar yang telah diambil, kemudian dipotong-potong lebih
kurang 5 cm dan disebarkan dipermukaan tanah secara merata pada setiap petak
percobaan . Takaran dan jenis mulsa gulma disesuaikan dengan perlakuan. Benih
di tanam pada lubang yang dibuat dengan tugal sedalam 3 cm. Setiap lubang
berisi 3 benih yang telah diberikan insektisida curater. Penjarangan dilakukan
pada 10 HST dengan menyisakan 2 tanaman setiap lubang.
Parameter
yang diamati dalam penelitian ini antara lain :
- Efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST. Untuk menghitung Efisiensi Penge ndalian Gulma (EPG) pada 21 dan 42 HST digunakan rumus (Sing et al., 1989)
EPG = BKG Kontrol -
BKG Perlakuan X
100%
BKG
Kontrol
EPG =
efisiensi pengendalian gulma (%)
BKG =
Bobot kering gulma
- Jumlah polong per tanaman
- Jumlah biji per tanaman
- Hasil biji kering
Seluruh
parameter pengamatan dianalisis secara statistic dengan menggunakan sidik peubah
tunggal yang dilanjutkan dengan Uji Beda
Nyata Jujur (BNT) pada taraf 5%.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Efisiensi
pengendalian gulma
Hasil
sidik peubah tunggal memperlihatkan bahwa perlakuan takaran dan jenis mulsa
gulma secara mandiri berpengaruh terhadap efisiensi pengendalian gulma pada 21
dan 42 HST beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Rata-rata efisiensi pengendalian gulma dan jumlah polong per tanaman akibat
perlakuan takaran dan jenis gulma
Perlakuan
|
Efisiensi
pengendalian gulma (%)
|
Jumlah polong per tanaman (polong)
|
|
21 HST
|
42 HST
|
||
Takaran Mulsa ton/ha
7
14
21
BNT (0,05)
Jenis mulsa
gulma
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
BNT (0,05)
|
28.47 b
35,46 b
43.33 a
7.71
47.50 a
33.70 b
26.06 b
7.71
|
28.96 b
31.78 b
41.98 a
8.22
43.45 a
30.26 b
30.26 b
8.22
|
43.14 c
50.58 b
55.33 a
3.79
52.19
49.44
49.10
-
|
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)
Dari
Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi takaran mulsa gulma yang
diberikan, maka semakin tinggi efisiensi pengendalian gulma pada kedua
pengamatan tersebut. Tingginya nilai efisiensi pengendalian gulma pada
perlakuan takaran 21 ton/ha karena volume brangkasan mulsa gulma lebih besar sehingga areal permukaan tanah rerlatif
tertutup sempurna. Apabila areal permukaan tanah tertutup sempurna akan
memberikan dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan gulma. Madkar et al ( l986) menyatakan bahwa apabila
permukaan tanah tertutup oleh perlakuan
tertentu misalnya ada mulsa akan menghambat perkecambahan biji gulma
ditambahkan oleh Zimdahl (l993), bahwa sebagian besar gulma, proses
perkecambahan gulma sangat tergantung pada factor lingkungan seperti cahaya.
Petak
perlakuan yang diberikan mulsa alang-alang memperlihatkan efisiensi
pengendalian gulma yang tinggi dan berbeda denga perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan karakteristik atau morfologi daun yang spesifik sehingga lebih lama
atau lebih rapat menutupi areal permukaan tanah. Permukaan tanah yang ditutupi
dengan mulsa akan mengurangi masuknya cahaya matahari ke permukaan tanah.
Kejadian ini akan memberikan dampak yang tidak baik bagi pertumbuhan dan
perkembangan gulma.
Jumlah polong per tanaman
Berdasarkan
hasil sidik peubah tunggal terlihat bahwa perlakuan takaran mulsa gulma secara
mandiri mempengaruhi jumlah polong per tanaman . Rata-rata jumlah polong per
tanaman beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5
persen dapat dilihat pada Tabel 1 di atas.
Jumlah
polong per tanaman tertinggi dijumapai pada perlakuan takaran mulsa sebamyak 21
to per ha. Hal ini dapat dipahami bahwa pada perlakuan tersebut derajat
persaingan antara tanaman dengan gulma relative kecil, sehingga sangat
mendukung dalam proses fotosintesis yang lebih baik. Kita ketahui bersama bahwa
fotosintesis berlangsung di daun, kemudian fotosintat ditranslokasikan
keseluruh bagian tanaman seperti ketempat limbung yaitu pada polong. Seperti
yang dikemukakan oleh Baharsyah et al
(l985) bahwa pada akhir pembungaan dengan berhentinya pertumbuhan vegetative,
terjadinya penimbunan karbohidrat pada batang kedelai yang kemudian digunakan
untuk pengisian polong.
Jumlah biji per tanaman
Dari
hasil sidik peubah tunggal terlihat bahwa takaran dan jenis mulsa gulma secara
berinteraksi mempengaruhi jumlah biji per tanaman. Rata-rata jumlah biji per
tanaman beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% da[pat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Rata –rata jumlah biji per tanaman akibat interaksi takaran dan jenis mulsa
gulma
Takaran Mulsa (ton/ha)
|
Jenis Mulsa
|
||
Alang-alang
|
Enceng gondok
|
In situ
|
|
7
14
21
BNT(0,05)
|
62.13 ef
71.40 cd
101.97 a
|
53.89 f
65.58 de
76.55 bc
8.36
|
59.07 ef
70.73 cd
81.37 b
|
Keterangan
: Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)
Pada
Tabel 2 di atas terlihat bahwa jumlah biji per tanaman tertinggi dijumpai pada
perlakuan jenis mulsa alang-alang yang diberi takaran sebanyak 21 ton per ha
yaitu sebanyak 99 butir dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Kita dapat
memahami bersama bahwa ada beberapa kegunaan mulsa dalam bidang pertanian salah
satunya adalah untuk menghambat pertumbuhan gulma ( Purwowidodo, l983). Mulsa
yang diberikan secara merata pada takaran yang relative tinggi akan memperkecil
ruang gerak gulma dalam proses pertumbuhannya yaitu dengan semakin kecil
kesempatan dalam mengintersepsi cahaya matahari. Kurang energy matahari dapat
mengganggu proses fotosintesis . Dipihak lain tanaman kedelai tidak mengalami
persaingan sehingga mendapatkan factor-faktor fisik lingkungan dengan leluasa.
Fenomena ini membuktikan bahwa tanaman dapat menyerap energi matahari , air,
hara dan ruang tumbuh yang lebih banyak ( Hasanuddin dan Erida, l996). Tanaman
kedelai yang mendapatkan factor-faktor fisik lingkungan dapat melakukan
aktivitas fotosintesis lebih baik. Rentetan kejadian ini akan memudahkan
tanaman dalam memasok hasil fotosintesis ke limbung seperti pada biji ledelai.
Hasil biji kering
Secara
statistik hasil biji kering dipengaruhi secara berinteraksi oleh factor takaran
dan jenis mulsa gulma. Rata-rata hasil biji kering beserta besaran beda
rata-rata berdasarkan BNT pada taraf 5%
disajikan dalam Tabel 3.
Tabel
3. Rata –rata hasil biji kering kedelai akibat
interaksi takaran dan jenis mulsa gulma
Takaran Mulsa (ton/ha)
|
Jenis Mulsa
|
||
Alang-alang
|
Enceng gondok
|
In situ
|
|
7
14
21
BNT(0,05)
|
107.13 cd
140.42 b
166.94 a
|
101.66 d
114.92 cd
133.28 b
13.33
|
106.41 cd
118.65 c
139.74 b
|
Keterangan
: Anaka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)
Hasil
biji kering tertinggi dijumpai pada perlakuan gulma alang-alang yang diberi
sebanyak 21 ton per ha dan berbeda denga perlakuan pemberian mulsa lainnya.
Tingginya hasil biji kering pada perlakuan tersebut merupakan resultante dari
tingginya komponen hasil pada perlakuan tersebut seperti jumlah polong dan jumlah biji per
tanaman. Hasanuddin (l994) mengatakan bahwa jumlah biji pada tanaman kedelai
dapat menggambarkan partisi fotosintat antara aparat fotosintat dan pemakai
fotosintat selama pertumbuhan tanaman dan mempunyai hubngan yang erat dengan
hasil biji kering.
KESIMPULAN
- Takaran mulsa gulma berpengaruh nyata terhadap efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering.
- Jenis mulsa gulma mempengaruhi efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman dan hasil niji kering
- Semakin banyak takaran mulsa gulma yang diberika pada setiap jenis gulma semakin tinggi efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering
- Jenis mulsa alang-alang yang diberikan sebanyak 21 ton per ha dapat meningkatkan jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering.
DAFTAR PUSTAKA
Baharsyah.J.D.
Suardi, dan I.Las. 1985. Hubungan Iklim
dengan Pertumbuhan Kedelai hal 103-120. Dalam S Somaatmadja.M.Ismunadji.
Sumarno. M.Syam. S.O.Manurung dan Yuswardi (editor). Kedelai. PUSLITBANGT-TAN .
Bogor
Baruah,J.N.
l984. An Environmentally Sounds Scheme
for the Management of water Hyancinth through its Utilization p: 96 – 125 in: G Thyagarajan
(rd) Proceedings of the International Conference on Water Hyancinth
Hyderabad,India.February 7-11. 1983.UNEP. Nairobi
Hasanuddin,G.Frida
dan Jauharlina. L997. Pemanfaatan enceng
gondok sebagai pengendali gulma sedrta pengaruhnya terhadap
nodulasi,pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L) Merrill).
Jurnal Ilmiah Mon Mata Universitas Syah Kuala. L997
Hasanuddin
dan G,Frida. L996. Penentuan periode
kritis tanaman kedelai (Glycine max (L) akibat adanya persaingan dengan gulma.
Hal 14 – 18 Dalam N Sriyani (ed) Prosiding I Konferensi Nasional XIII
dan Seminar Ilmiah Himpunan Ilmu Gulma Indonesia .Bandar Lampung 5 – 7 November
l996.
Purwowidodo.l983.
Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.
Singh,G.J.N.Singh,S.Tiwari,V.S.
Chaucan, and M.P. Singh. 1989. Weed
Control Efficacy of Fluoroxypyr and Tridiphane in Transplanted Rice., p 303
– 307. In Proc, of the Twelfth Asia Pacific Weed Sci. Soc. Conf. Seoul. August
21 – 26. 1989.
Zimdahl,R.L.
l993. Fundamentals of Weed Science.
Academic Press. New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar