“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang
yang beriman, (yaitu) orang-orang yang
Khusuk dalam shalatnya” ( Al Mu’minun: 1-2 )
ALHAMDULILLAH kita semua
telah berhasil meninggalkan tahun 2012. Ada
banyak hal yang perlu kita programkan untuk berbenah diri, agar kita dapat
menjadi orang yang lebih baik di tahun 2013 ini.
Salah satu program yang termasuk kategori
penting adalah mengupayakan shalat yang khusuk. Sebab sebagaimana firman Allah
dalam surat Al
Mu’minun: 9-10-11, dikatakan, “ ….dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah
orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya “.
Kiat dari Imam Ghazali
Ada
banyak cara untuk menuju shalat khusuk. Beberapa orang memilih tempat yang
sunyi, tempat yang sempit, menundukkan kepala, meninggalkan benda-benda yang
membuat pikirannya terganggu, atau shalat berjamaah. Semuanya bisa dilakukan
agar menemukan cara yang paling sesuai dengan kondisi seseorang.
Namun dari semua cara ada satu cara yang
mungkin efektif dicoba oleh setiap orang. Merujuk pada firman Allah Swt dalam surat An-Nisaa: 43, “janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,” maka Imam Ghazali, seorang ulama besar yang hidup
pada akhir abad kesepuluh, memberi kiat-kiat sebagai berikut :
·
Pada saat mulai berdiri
menghadap kiblat, berdirilah dengan sikap yang lebih sempurna dari pada sikap
berdiri di hadapan seorang “raja” , karena Allah melebihi raja dari sekalian
raja.
·
Sebelum takbiratul
ihram, hendaknya kita merenung sejenak, membayangkan kengerian terhadap
neraka dan nikmatnya surga, serta menyadari kepada siapa kita bersujud. Kuatkan
niatmu untuk memenuhi dengan ikhlas perintah Allah akan kewajiban shalat
serta bertekad akan melaksanakannya dengan sesempurna mungkin. Ingatlah sabda
Rasulullah Saw, “Allah Swt akan menghadapi orang yang sedang shalat
selama orang itu tidak berpaling”.
·
Pada waktu mengucapkan takbiratul
ihram, camkanlah, jika lidah telah mengucapkannya, maka janganlah hati
mendustakannya. Jika dalam hati kita masih ada sesuatu yang lebih besar dan
lebih berpengaruh dari Allah Swt, maka Allah pasti menyaksikan bahwa kita telah
berdusta!
·
Pada waktu membaca do’a
iftitah, “wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardla….”
(kuhadapkan wajahku kepada sang pencipta langit dan bumi…), sadarilah bahwa
yang dimaksud dalam wajah di sini adalah ‘wajah hati’. Periksalah hati kita,
adalah ia menghadap kea rah angan-angan kepentingan duniawi, ataukah ia
menghadap Allah Sang Pencipta langit dan bumi? Tidak sepatutnya awal
ucapan kita dalam munajat ini dimulai dengan bohong dan dusta!
·
Saat kita berkata, “hanifan
musliman…” (sebagai seorang muslim yang lurus), maka ingatlah sabda
Nabi Saw, “seorang muslim ialah yang kaum muslimin lainnya selalu merasa aman
dari gangguan lidah dan tangannya.” Tekadkanlah bahwa kita ingin menjadi muslim
yang baik dan sesalilah kesalahan-kesalahan selama ini yang kita lakukan
terhadap sesame muslim.
·
Saat kita mengucapkan, “wama
ana minal musrykin…” (Dan tidaklah aku termasuk orang yang musyrik),
maka bangkitkanlah perasaan bahwa ibadah kita ikhlas, bukan karena mengharap
pujian dari manusia. Dan saat mengucapkan “wamahyaya wamamati lillah”
(hidupku dan matiku untuk Allah), maka tekadkanlah bahwa kehidupan di dunia ini
memang semata-mata untuk di uji dalam mematuhi perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya!
·
Pada waktu mengucapkan,
“A’udzubillahi minasy-syaitanirrajim” (Aku berlindung kepada
Allah dari setan yang terkutuk), maka ingatlah bahwa sekarang setan sedang
bersiap-siap memalingkan hati kita dari Allah Swt agar shalat kita kacau.
Karena itu pertebal kesiagaan supaya pikiran atau hati tidak melantur
diperdayai setan sehingga kita tidak memahami makna yang dibaca.
·
Apabila kita
mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim…,” pahamilah bahwa kita
sedang mengatas-namakan Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang.
·
Saat kita mengucapkan,
“Alhamdulillah…”, maka hadirkanlah dalam hati perasaan bersyukur atas
nikmat yang kita peroleh. Ingatlah sabda Rasulullah Saw, “bahwa janganlah
kita melihat orang yang berada di atas kita, tapi lihatlah nasib orang yang
berada di bawah kita”.
·
Pada saat mengucapkan, ‘ar-Rahman
ar-Rahim’ (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), rasakanlah segala
kasih saying-Nya yang selama ini kita telah nikmati.
·
Saat mengucapkan, “Maliki
yaumiddin…” (Sang Pemilik Hari Pembalasan), maka bangkitkanlah perasaan
takzim (hormat) dan rasa takut dalam hati, karena Dia-lah yang
menjadi satu-satunya Penguasa pada waktu Hari Pembalasan nanti. Dia-lah yang
menentukan tempat kita, di surga atau neraka.
·
Setelah itu
perbaharuilah keikhlasan kita ketika mengucapkan, “Iyyakana’budu”
(hanya kepada-Mu kami menyembah). Dan ketika mengucapkan “wa iyyaka
nasta’in” (dan kepada-Mu kami mohon pertolongan), hadirkanlah perasaan
bahwa diri kita tidak mampu mencapai sesuatupun tanpa pertolongan-Nya.
·
Kemudian ucapkanlah, “Ihdinasshirathal
mustaqim,” dengan perasaan berserah diri dan penuh harap Allah akan
selalu mengatur jalan hidup kita pada jalan yang lurus.
·
Pada waktu ruku,
ikutilah dengan ketundukan hati kepada Allah dan merendahkan dirilah
kepada-Nya.
·
Saat mengucapkan, “sami’allahu
liman hamidah” (Maha mendengar Allah akan pujian orang yang
memuji-Nya), maka yakinilah bahwa Allah akan memenuhi apa yang telah kit abaca.
·
Kemudian iringi dengan
perasaan syukur ketika mengucapkan, “Rabbana lakal hamd” (Ya,
Tuhan kami, bagi-Mu segala puji).
·
Pada waktu sujud,
rasakanlah kehinaan diri kita, sehingga ikhlas merendahkan diri dengan
meletakkan kepala di tempat yang paling rendah. Hadirkanlah perasaan takzim
dalam menyembah ini. Ingatlah bahwa pada waktu sujud itu, seorang hamba berada
paling dekat dengan Tuhannya.
·
Demikianlah seterusnya,
setiap lisan yang diucapkan harus selalu diikuti oleh hati dengan penuh
pengertian akan maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar