Selasa, 29 Januari 2013

UNIVERSITAS KEHIDUPAN



Jika semua yang kita kehendaki terus kita MILIKI, darimana kita belajar IKHLAS
Jika semua yang kita impikan segera TERWUJUD, darimana kita belajar SABAR
Jika setiap doa kita terus DIKABULKAN, bagaimana kita dapat belajar IKHTIAR.
Seorang yang dekat dengan Tuhan, bukan berarti tidak ada air mata
Seorang yang taat pada Tuhan, bukan berarti tidak ada kekurangan
Seorang yang tekun berdoa, bukan berarti tidak ada masa sulit
Biarlah Tuhan yang berdaulat sepenuhnya atas hidup kita, karena Dia tahu yang tepat untuk memberikan yang terbaik.
Ketika kerjamu tidak dihargai, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KETULUSAN
Ketika usahamu dinilai tidak penting, maka saat itu kamu sedang belajar KEIKHLASAN
Ketika hatimu terluka sangat dalam, maka saat itu kamu sedang belajar tentang MEMAAFKAN.
Ketika kamu lelah dan kecewa, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KESUNGGUHAN
Ketika kamu merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KETANGGUHAN
Ketika kamu harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu kau tanggung, maka saat itu kamu sedang belajar tentang KEMURAHAN HATI.
Tetap semangat….
Tetap sabar….
Tetap tersenyum…..
Karena kamu sedang menimba ilmu di UNIVERSITAS KEHIDUPAN
TUHAN menaruhmu di “tempatmu” yang sekarang, bukan karena “KEBETULAN”
Orang yang HEBAT tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan kenyamanan
MEREKA di bentuk melalui KESUKARAN, TANTANGAN & AIR MATA.
[Disadur dari Buku "Sepatu Dahlan Iskan"]

Selasa, 01 Januari 2013

Agar khusuk dalam Sholat






“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang
Khusuk dalam shalatnya”  ( Al Mu’minun: 1-2 )

    ALHAMDULILLAH  kita semua telah berhasil meninggalkan tahun 2012. Ada banyak hal yang perlu kita programkan untuk berbenah diri, agar kita dapat menjadi orang yang lebih baik di tahun 2013 ini.

    Salah satu program yang termasuk kategori penting adalah mengupayakan shalat yang khusuk. Sebab sebagaimana firman Allah dalam surat Al Mu’minun: 9-10-11, dikatakan, “ ….dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya “.

Kiat dari Imam Ghazali
    Ada banyak cara untuk menuju shalat khusuk. Beberapa orang memilih tempat yang sunyi, tempat yang sempit, menundukkan kepala, meninggalkan benda-benda yang membuat pikirannya terganggu, atau shalat berjamaah. Semuanya bisa dilakukan agar menemukan cara yang paling sesuai dengan kondisi seseorang.

    Namun dari semua cara ada satu cara yang mungkin efektif dicoba oleh setiap orang. Merujuk pada firman Allah Swt dalam surat An-Nisaa: 43, “janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,”  maka Imam Ghazali, seorang ulama besar yang hidup pada akhir abad kesepuluh, memberi kiat-kiat sebagai berikut :
·         Pada saat mulai berdiri menghadap kiblat, berdirilah dengan sikap yang lebih sempurna dari pada sikap berdiri di hadapan seorang “raja” , karena Allah melebihi raja dari sekalian raja.
·         Sebelum takbiratul ihram, hendaknya kita merenung sejenak, membayangkan kengerian terhadap neraka dan nikmatnya surga, serta menyadari kepada siapa kita bersujud. Kuatkan niatmu untuk memenuhi dengan ikhlas perintah  Allah akan kewajiban shalat serta bertekad akan melaksanakannya dengan sesempurna mungkin. Ingatlah sabda Rasulullah Saw, “Allah Swt akan menghadapi orang yang sedang shalat selama orang itu tidak berpaling”.
·         Pada waktu mengucapkan takbiratul ihram, camkanlah, jika lidah telah mengucapkannya, maka janganlah hati mendustakannya. Jika dalam hati kita masih ada sesuatu yang lebih besar dan lebih berpengaruh dari Allah Swt, maka Allah pasti menyaksikan bahwa kita telah berdusta!
·         Pada waktu membaca do’a iftitah, “wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardla….” (kuhadapkan wajahku kepada sang pencipta langit dan bumi…), sadarilah bahwa yang dimaksud dalam wajah di sini adalah ‘wajah hati’. Periksalah hati kita, adalah ia menghadap kea rah angan-angan kepentingan duniawi, ataukah ia menghadap Allah Sang Pencipta langit dan bumi?  Tidak sepatutnya awal ucapan kita dalam munajat ini dimulai dengan bohong dan dusta!
·         Saat kita berkata, “hanifan musliman…” (sebagai seorang muslim yang lurus), maka ingatlah sabda Nabi Saw, “seorang muslim ialah yang kaum muslimin lainnya selalu merasa aman dari gangguan lidah dan tangannya.” Tekadkanlah bahwa kita ingin menjadi muslim yang baik dan sesalilah kesalahan-kesalahan selama ini yang kita lakukan terhadap sesame muslim.
·         Saat kita mengucapkan, “wama ana minal musrykin…” (Dan tidaklah aku termasuk orang yang musyrik), maka bangkitkanlah perasaan bahwa ibadah kita ikhlas, bukan karena mengharap pujian dari manusia. Dan saat mengucapkan “wamahyaya wamamati lillah” (hidupku dan matiku untuk Allah), maka tekadkanlah bahwa kehidupan di dunia ini memang semata-mata untuk di uji dalam mematuhi perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya!
·         Pada waktu mengucapkan, “A’udzubillahi minasy-syaitanirrajim” (Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk), maka ingatlah bahwa sekarang setan sedang bersiap-siap memalingkan hati kita dari Allah Swt agar shalat kita kacau. Karena itu pertebal kesiagaan supaya pikiran atau hati tidak melantur diperdayai setan sehingga kita tidak memahami makna yang dibaca.
·         Apabila kita mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim…,” pahamilah bahwa kita sedang mengatas-namakan Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang.
·         Saat kita mengucapkan, “Alhamdulillah…”, maka hadirkanlah dalam hati perasaan bersyukur atas nikmat yang kita peroleh. Ingatlah sabda Rasulullah Saw, “bahwa janganlah kita melihat orang yang berada di atas kita, tapi lihatlah nasib orang yang berada di bawah kita”.
·         Pada saat mengucapkan, ‘ar-Rahman ar-Rahim’ (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), rasakanlah segala kasih saying-Nya yang selama ini kita telah nikmati.
·         Saat mengucapkan, “Maliki yaumiddin…” (Sang Pemilik Hari Pembalasan), maka bangkitkanlah perasaan takzim (hormat) dan rasa takut dalam hati, karena Dia-lah yang menjadi satu-satunya Penguasa pada waktu Hari Pembalasan nanti. Dia-lah yang menentukan tempat kita, di surga atau neraka.
·         Setelah itu perbaharuilah keikhlasan kita ketika mengucapkan, “Iyyakana’budu” (hanya kepada-Mu kami menyembah). Dan ketika mengucapkan “wa iyyaka nasta’in” (dan kepada-Mu kami mohon pertolongan), hadirkanlah perasaan bahwa diri kita tidak mampu mencapai sesuatupun tanpa pertolongan-Nya.
·         Kemudian ucapkanlah, “Ihdinasshirathal mustaqim,” dengan perasaan berserah diri dan penuh harap Allah akan selalu mengatur jalan hidup kita pada jalan yang lurus.
·         Pada waktu ruku, ikutilah dengan ketundukan hati kepada Allah dan merendahkan dirilah kepada-Nya.
·         Saat mengucapkan, “sami’allahu liman hamidah” (Maha mendengar Allah akan pujian orang yang memuji-Nya), maka yakinilah bahwa Allah akan memenuhi apa yang telah kit abaca.
·         Kemudian iringi dengan perasaan syukur ketika mengucapkan, “Rabbana lakal hamd” (Ya, Tuhan kami, bagi-Mu segala puji).
·         Pada waktu sujud, rasakanlah kehinaan diri kita, sehingga ikhlas merendahkan diri dengan meletakkan kepala di tempat yang paling rendah. Hadirkanlah perasaan takzim dalam menyembah ini. Ingatlah bahwa pada waktu sujud itu, seorang hamba berada paling dekat dengan Tuhannya.
·         Demikianlah seterusnya, setiap lisan yang diucapkan harus selalu diikuti oleh hati dengan penuh pengertian akan maknanya.