Rabu, 09 Mei 2012

Kajian Tentang Sifat Fisika, Kimia, dan Biologis Tanah Pertanian Yang Rentan Longsor di Lereng Bagian Barat Gunung Lawu Wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah




ABSTRAK
1).Ir.Priyono, MM; 2).Ir.Kharis Triyono, M.Si; 3).Ir.Martana.
Tim Fakultas Pertanian UNISRI Surakarta.

Tujuan penelitian: untuk mengetahui secara kualitatif dan kuantitatif Sifat Tanah Pertanian Yang Rentan Longsor di lereng bagian Barat Gunung Lawu Wilayah Kabupaten Karanganyar berikut klasifikasi tanah dan faktor yang mempengaruhi pembentukan tanahnya.
Penelitian ini melalui  survey  dengan teknik pengumpulan data primer secara observasi (boring dan deskripsi profil tanah) maupun analisis laboratorium terutama sifat fisika tanah. Tempat penelitian pada tanah yang rentan longsor: Kec. Karangpandan / Ds Gerdu, Kec. Tawangmangu / Ds Plumbon, Kec. Ngargoyoso / Ds.Nglegok, Kec. Jatiyoso / Dsn Margorejo, Kec. Jenawi / Ds Seloromo, Kec. Kerjo / Ds Plosorejo. Waktunya   Agustus  s.d   Oktober 2011.
Kesimpulannya: 1).Wilayah Kab. Karanganyar termasuk daerah rawan longsor dari 17 kecamatan yang ada terdapat 12 s.d 15 kecamatan yang rawan longsor  Jadi setiap ada musim hujan tiba dipastikan ada daerah yang terkena longsor; 2).G. Lawu sebagai salah satu sumber produksi pertanian penting di Kab. Karanganyar; 3). Sifat tanah di Daerah Kab. Karanganyar cukup subur sehingga cocok untuk usaha pertanian Sebagian besar wilayah Kab. Karanganyar memiliki sifat dan tingkat kelongsoran relative sama (sifat tanah, kondisi geografis, dan cuaca ) ; 4).Daerah sekitar longsoran (rentan longsor) masih cukup potensial untuk usaha pertanian asalkan disertai upaya konservasi tanah berwawasan lingkungan; 5). Faktor Pembentuk Tanah yang berpengaruh: iklim, bahan induk (G.Lawu), dan organisme (bahan organic dan vegetasi); 6).Hasil klasifikasi tanah diperoleh nama Andosol (PPT Bogor dan FAO/UNESCO) atau Hapludands (Soil Taxonomy USDA) untuk Ds.Plumbon Kec.Tawangmangu, dan Kambisol (PPT Bogor dan FAO/UNESCO) atau Eutropepts (Soil Taxonomy USDA) untuk Ds. Plosorejo Kec.Kerjo, Ds. Nglegok Kec. Ngargoyoso, Ds Seloromo Kec. Jenawi, Dsn Margorejo Kec. Jatiyoso, Ds Gerdu Kec. Karangapandan.,

Kata kunci: Kajian, Sifat Tanah Longsor, Lereng Gunung.


Study On Nature Physics, Chemistry, and Biological Agricultural Soil The Vulnerable Western Slope Landslide in Region Lawu Volcanic Karanganyar District, Central Java

ABSTRACT
1). Ir.Priyono, MM; 2). Ir.Kharis Triyono, M. Si; 3). Ir.Martana.
Faculty of Agriculture UNISRI Surakarta´s team

Research goals: to determine the qualitative and quantitative nature of the Agricultural Soil Landslide Prone on the slopes of the Western Region District Karanganyar
Lawu Volcanic following   soil classification and the factors that affect soil formation.
This research through a survey with primary data collection techniques in observation (boring and soil profile descriptions) as well as laboratory analysis of soil physical properties in particular.Place of research on landslide prone soils: Kec. Karangpandan / Ds Gerdu, district. Tawangmangu / Ds Plumbon, district.Ngargoyoso / Ds.Nglegok, district. Jatiyoso / Dsn Margorejo, district. Jenawi / Ds Seloromo, district. Kerjo / Ds Plosorejo. The time is August until October 2011.
        In conclusion: 1). Regional District. Karanganyar including landslide-prone areas of the existing 17 districts there are 12 to 15 districts are prone to landslides So every time the rainy season there are certain areas affected by landslides, 2). Lawu as one important source of agricultural production in the district.Karanganyar; 3). Soil properties in the Regional District.Karanganyar quite fertile making it suitable for most agricultural business district areas. Karanganyar have properties and the same relative level of landslides (soil properties, geographic conditions, and weather); 4). The area around the avalanche (avalanche prone) still has good potential for farming as long as accompanied by environmentally sound land conservation efforts; 5). Soil Forming Factors that influence: climate, parent material (G. Lawu), and organisms (organic material and vegetation); 6). The results of soil classification obtained andosol name (PPT Bogor and FAO / UNESCO) or Hapludands (USDA Soil Taxonomy) for Ds.Plumbon Kec.Tawangmangu, and Kambisol (PPT Bogor and FAO / UNESCO) or Eutropepts (USDA Soil Taxonomy) for Ds. Plosorejo Kec.Kerjo, Ds. Nglegok district.Ngargoyoso, Ds Seloromo district. Jenawi, Dsn Margorejo district. Jatiyoso, Ds Gerdu district. Karangapandan.,

Key words: Assessment, Nature Landslide, Slope Mountain.


Jumat, 04 Mei 2012

PENGGUNAAN BEBERAPA TAKARAN DAN JENIS MULSA GULMA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP EFISIENSI PENGENDALIAN GULMA DAN HASIL KEDELAI


THE USING OF SOME DOSAGES AND KINDS OF WEED MULCH AND IT’S
EFFECTS ON WEED CONTROL EFFICIENCY AND SOYBEAN YIELD

Kharis Triyono
Fakultas Pertanian Univ.Slamet Riyadi Surakarta

A research has been conducted in Tegal Gedhe village, Karanganyar Regency Central Java started June 2010 until September 2010. The object of the research is to observe the using of some dosages and kinds of weed mulch on weed control efficiency and soybean yield. Randomized Completely Block Design was used by factorial with three replication . Dosages factors were : 7 , 14, and 21 ton ha-1. While kinds of weed mulch were : cogon grass, water hyacinth and in situ. The result showed that dosages and kinds of weed mulch individually , effect weed control efficiency at 21 and 42 DAP, number pod per plant, number seed per plant and seed dry yield. There were interaction between dosage and kinds of weed mulch on number seed per plant and seed dry yield. Dosages of weed mulch of cogon grass at 21 ton ha-1 could increase seed dry yield to 56 percent.
Keywords : Weed mulch, cogon grass, water hyacinth, soybean

PENDAHULUAN
Pengendalian gulma pada tanaman kedelai dapat dilakukan dengan cara kultur teknis seperti penggunaan mulsa yang berupa sisa-sisa gulma(limbah organik gulma) sebagai penutup tanah atau mulsa (Rao, 2000). Purwowidodo (l983) menyatakan bahwa mulsa merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan bahan organik. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik tanah akan memperbaiki sifat fisik tanah, kimia tanah dab biologi tanah melalui pembentukan agregat-agregat tanah yang lebih stabil dan struktur yang granular sehingga dapat meningkatkan infiltrasi. Ditambahkan oleh Hasanuddin et al., (l997) bahwa gulma yang kering dapat digunakan sebagai mulsa pada pertanaman kedelai tanpa mengganggu hasil kedelai.
Baruah (l984) menyatakan dalam rangka usaha pengendalian gulma rupanya akan lebih berhasil bila diikuti atau dipikirkan mengenai kemungkinan pemanfaatan gulma. Enceng gondok (Eichornia crassipes ) yang merupakan gulma air dapat mengganggu lalu lintas air dan menyebabkan pendangkalan di daerah perairan.  Pengendalian gulma ini telah banyak dilakukan dengan berbagai metode namun hasilnya kurang memuaskan. Dengan demikian cara lain untuk mengendalikan gulma air tersebut adalah memanfatkannya sebagai mulsa untuk mengendalikan gulma pada lahan kering seperti pada tanaman kedelai.Hasil penelitian Hasanuddin et al ( l997) memperlihatkan bahwa pemberian mulsa enceng gondok segar sebanyak 20 ton ha-1 dapat meningkatkan efisiensi pengendalian gulma, komponen hasil serta hasil tanaman kedelai.
Selain enceng gondok (Eichornia crassipes ) beberapa jenis gulma yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah hidrilla (Hydrilla verticillata), alang-alang (Imperata cylindrica) maupun gulma yang berasal dari lahan pertanaman itu sendiri (Hasanuddin dan Hafni, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan takaran dan jenis mulsa serta pengaruhnya terhadap efisiensi pengendalian gulma dan hasil tanaman kedelai sehingga dapat memberikan informasi bagi para petani dalam rangka pemanfaatan beberapa mulsa gulma untuk mengendalikan gulma di pertanaman kedelai.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian lapangan ini telah dilaksanakan di Desa Tegal Gede Kab.Karanganyar Jawa Tengah sejak bulan Juni sampai dengan September 2010. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kultivar argomulyo, mulsa enceng gondok, alang-alang, pupuk urea, TSP, KCL, inokulan legin, insektisida curater, insektisida thiodan 35 EC, bajak, hand counter, oven dan handsprayer.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) factorial dengan tiga kali pengulangan. Faktor pertama adalah takaran mulsa gulma sebanyak 7, 14 dan 21 to/ha, sedangkan factor kedua jenis mulsa gulma yaitu alang-alang, enceng gondok dan gulma in situ. Menggunakan petakan sebanyak 27 buah dengan ukuran petak masing-masing 2 x 3 m. Tanah yang digunakan untuk penelitian dibajak sebanyak 2 kali. Jarak antar petakan yang termasuk dalam satu ulangan 25 cm sedangkan jarak antar ulangan selebar 50 cm. pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP dan KCL dengan dosis masing-masing 50, 60 dan 70 kg/ha. Pupuk urea diberikan dua kali yaitu setengah bagian diberikan pada saat tanam yang dicampurkan dengan seluruh pupuk KCL dan TSP. Sedangkan setengah bagian lagi diberikan pada 30 hari setelah tanam (HST). Dalam pengendalian serangga hama digunakan Insektisida Thiodan 35 EC pada konsentrasi 2 cc/L dan Curater dengan dosis 2 kg/ha. Mulsa gulma segar yang telah diambil, kemudian dipotong-potong lebih kurang 5 cm dan disebarkan dipermukaan tanah secara merata pada setiap petak percobaan . Takaran dan jenis mulsa gulma disesuaikan dengan perlakuan. Benih di tanam pada lubang yang dibuat dengan tugal sedalam 3 cm. Setiap lubang berisi 3 benih yang telah diberikan insektisida curater. Penjarangan dilakukan pada 10 HST dengan menyisakan 2 tanaman setiap lubang.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain :
  1. Efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST. Untuk menghitung Efisiensi Penge ndalian Gulma (EPG) pada 21 dan 42 HST digunakan rumus (Sing et al., 1989)   
             
EPG  = BKG Kontrol   -    BKG Perlakuan     X    100%
                 BKG  Kontrol     
           
EPG   =   efisiensi pengendalian gulma (%)
BKG  =  Bobot kering gulma
  1. Jumlah polong per tanaman
  2. Jumlah biji per tanaman
  3. Hasil biji kering
Seluruh parameter pengamatan dianalisis secara statistic dengan menggunakan sidik peubah tunggal  yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Efisiensi pengendalian gulma
Hasil sidik peubah tunggal memperlihatkan bahwa perlakuan takaran dan jenis mulsa gulma secara mandiri berpengaruh terhadap efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata efisiensi pengendalian gulma dan jumlah polong per tanaman akibat perlakuan takaran dan jenis gulma 
Perlakuan
Efisiensi pengendalian gulma (%)
Jumlah polong per tanaman (polong)

21 HST
42 HST
Takaran Mulsa ton/ha
7
14
21
BNT (0,05)

Jenis mulsa gulma
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
BNT (0,05)

28.47 b
35,46 b
43.33 a
7.71


47.50 a
33.70 b
26.06 b
7.71


28.96 b
31.78 b
41.98 a
8.22


43.45 a
30.26 b
30.26 b
8.22

43.14 c
50.58 b
55.33 a
3.79


52.19
49.44
49.10
-
Keterangan  : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)

Dari Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi takaran mulsa gulma yang diberikan, maka semakin tinggi efisiensi pengendalian gulma pada kedua pengamatan tersebut. Tingginya nilai efisiensi pengendalian gulma pada perlakuan takaran 21 ton/ha karena volume brangkasan mulsa gulma lebih  besar sehingga areal permukaan tanah rerlatif tertutup sempurna. Apabila areal permukaan tanah tertutup sempurna akan memberikan dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan gulma. Madkar et al ( l986) menyatakan bahwa apabila permukaan tanah tertutup  oleh perlakuan tertentu misalnya ada mulsa akan menghambat perkecambahan biji gulma ditambahkan oleh Zimdahl (l993), bahwa sebagian besar gulma, proses perkecambahan gulma sangat tergantung pada factor lingkungan seperti cahaya.
Petak perlakuan yang diberikan mulsa alang-alang memperlihatkan efisiensi pengendalian gulma yang tinggi dan berbeda denga perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karakteristik atau morfologi daun yang spesifik sehingga lebih lama atau lebih rapat menutupi areal permukaan tanah. Permukaan tanah yang ditutupi dengan mulsa akan mengurangi masuknya cahaya matahari ke permukaan tanah. Kejadian ini akan memberikan dampak yang tidak baik bagi pertumbuhan dan perkembangan gulma.
Jumlah polong per tanaman
Berdasarkan hasil sidik peubah tunggal terlihat bahwa perlakuan takaran mulsa gulma secara mandiri mempengaruhi jumlah polong per tanaman . Rata-rata jumlah polong per tanaman  beserta besaran beda  rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5 persen dapat dilihat pada Tabel 1 di atas.
Jumlah polong per tanaman tertinggi dijumapai pada perlakuan takaran mulsa sebamyak 21 to per ha. Hal ini dapat dipahami bahwa pada perlakuan tersebut derajat persaingan antara tanaman dengan gulma relative kecil, sehingga sangat mendukung dalam proses fotosintesis yang lebih baik. Kita ketahui bersama bahwa fotosintesis berlangsung di daun, kemudian fotosintat ditranslokasikan keseluruh bagian tanaman seperti ketempat limbung yaitu pada polong. Seperti yang dikemukakan oleh Baharsyah et al (l985) bahwa pada akhir pembungaan dengan berhentinya pertumbuhan vegetative, terjadinya penimbunan karbohidrat pada batang kedelai yang kemudian digunakan untuk pengisian polong.

Jumlah biji per tanaman
Dari hasil sidik peubah tunggal terlihat bahwa takaran dan jenis mulsa gulma secara berinteraksi mempengaruhi jumlah biji per tanaman. Rata-rata jumlah biji per tanaman beserta besaran beda rata-rata berdasarkan uji BNT pada taraf 5% da[pat dilihat pada Tabel 2.




Tabel 2. Rata –rata jumlah biji per tanaman akibat interaksi takaran dan jenis mulsa gulma
Takaran Mulsa (ton/ha)
Jenis Mulsa
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
7
14
21
BNT(0,05)
62.13 ef
71.40 cd
101.97 a
53.89 f
65.58 de
76.55 bc
8.36
59.07 ef
70.73 cd
81.37 b
Keterangan : Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)

Pada Tabel 2 di atas terlihat bahwa jumlah biji per tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan jenis mulsa alang-alang yang diberi takaran sebanyak 21 ton per ha yaitu sebanyak 99 butir dan berbeda dengan perlakuan lainnya. Kita dapat memahami bersama bahwa ada beberapa kegunaan mulsa dalam bidang pertanian salah satunya adalah untuk menghambat pertumbuhan gulma ( Purwowidodo, l983). Mulsa yang diberikan secara merata pada takaran yang relative tinggi akan memperkecil ruang gerak gulma dalam proses pertumbuhannya yaitu dengan semakin kecil kesempatan dalam mengintersepsi cahaya matahari. Kurang energy matahari dapat mengganggu proses fotosintesis . Dipihak lain tanaman kedelai tidak mengalami persaingan sehingga mendapatkan factor-faktor fisik lingkungan dengan leluasa. Fenomena ini membuktikan bahwa tanaman dapat menyerap energi matahari , air, hara dan ruang tumbuh yang lebih banyak ( Hasanuddin dan Erida, l996). Tanaman kedelai yang mendapatkan factor-faktor fisik lingkungan dapat melakukan aktivitas fotosintesis lebih baik. Rentetan kejadian ini akan memudahkan tanaman dalam memasok hasil fotosintesis ke limbung seperti pada biji ledelai.
Hasil biji kering
Secara statistik hasil biji kering dipengaruhi secara berinteraksi oleh factor takaran dan jenis mulsa gulma. Rata-rata hasil biji kering beserta besaran beda rata-rata berdasarkan BNT  pada taraf 5% disajikan dalam Tabel 3.


Tabel 3. Rata –rata hasil biji kering kedelai akibat  interaksi takaran dan jenis mulsa gulma
Takaran Mulsa (ton/ha)
Jenis Mulsa
Alang-alang
Enceng gondok
In situ
7
14
21
BNT(0,05)
107.13 cd
140.42 b
166.94 a
101.66 d
114.92 cd
133.28 b
13.33
106.41 cd
118.65 c
139.74 b
Keterangan : Anaka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 persen (Uji BNT)

Hasil biji kering tertinggi dijumpai pada perlakuan gulma alang-alang yang diberi sebanyak 21 ton per ha dan berbeda denga perlakuan pemberian mulsa lainnya. Tingginya hasil biji kering pada perlakuan tersebut merupakan resultante dari tingginya komponen hasil pada perlakuan tersebut  seperti jumlah polong dan jumlah biji per tanaman. Hasanuddin (l994) mengatakan bahwa jumlah biji pada tanaman kedelai dapat menggambarkan partisi fotosintat antara aparat fotosintat dan pemakai fotosintat selama pertumbuhan tanaman dan mempunyai hubngan yang erat dengan hasil biji kering.

KESIMPULAN
  1. Takaran mulsa gulma berpengaruh nyata terhadap efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering.
  2. Jenis mulsa gulma mempengaruhi efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman dan hasil niji kering
  3. Semakin banyak takaran mulsa gulma yang diberika pada setiap jenis gulma semakin tinggi efisiensi pengendalian gulma pada 21 dan 42 HST, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering
  4. Jenis mulsa alang-alang yang diberikan sebanyak 21 ton per ha dapat meningkatkan jumlah biji per tanaman dan hasil biji kering.

DAFTAR PUSTAKA
Baharsyah.J.D. Suardi, dan I.Las. 1985. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai hal 103-120. Dalam S Somaatmadja.M.Ismunadji. Sumarno. M.Syam. S.O.Manurung dan Yuswardi (editor). Kedelai. PUSLITBANGT-TAN . Bogor
Baruah,J.N. l984. An Environmentally Sounds Scheme for the Management of water Hyancinth through its  Utilization p: 96 – 125 in: G Thyagarajan (rd) Proceedings of the International Conference on Water Hyancinth Hyderabad,India.February 7-11. 1983.UNEP. Nairobi
Hasanuddin,G.Frida dan Jauharlina. L997. Pemanfaatan enceng gondok sebagai pengendali gulma sedrta pengaruhnya terhadap nodulasi,pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L) Merrill). Jurnal Ilmiah Mon Mata Universitas Syah Kuala. L997
Hasanuddin dan G,Frida. L996. Penentuan periode kritis tanaman kedelai (Glycine max (L) akibat adanya persaingan dengan gulma. Hal 14 – 18 Dalam N Sriyani (ed) Prosiding I Konferensi Nasional XIII dan Seminar Ilmiah Himpunan Ilmu Gulma Indonesia .Bandar Lampung 5 – 7 November l996.
Purwowidodo.l983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta.
Singh,G.J.N.Singh,S.Tiwari,V.S. Chaucan, and M.P. Singh. 1989. Weed Control Efficacy of Fluoroxypyr and Tridiphane in Transplanted Rice., p 303 – 307. In Proc, of the Twelfth Asia Pacific Weed Sci. Soc. Conf. Seoul. August 21 – 26. 1989.
Zimdahl,R.L. l993. Fundamentals of Weed Science. Academic Press. New York.


Sabtu, 28 April 2012

Hak-hak Persaudaraan Islam


1. Mencintai Saudaranya karena Allah SWT
Hendaknya seorang muslim tidak mencintai saudaranya kecuali karena Allah SWT, bukan karena kepentingan dunia, jika persaudaraan dan persahabatan dilandasi bukan karena Allah SWT maka persaudaraan itu karena kepentingan dunia, maka kecintaan dan persahabatan tersebut akan pudar dan sirna
2. Senantiasa memberi bantuan
Termasuk hak-hak persaudaraan sesama muslim adalah saling berkorban untuk membantu saudara atau sahabatnya, baik dengan harta maupun fisik. Sebab hakekat persaudaraan adalah mengutamakan saudara daripada diri sendiri atau berbuat itsar. Allah SWT berfirman “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesusahan”( QS.Al-Hasyr :9)
3. Menjaga Kehormatan Saudaranya
Ini merupakan hak yang sangat agung. Bahkan tidak bisa dipahami makna dan nilai persahabatan secara khusus kecuali dengan menjaga kehormatan saudaranya. Diantara bentuk-bentuk menjaga kehormatan sesama muslim antara lain :
-          Menahan diri untuk tidak menyebutkan kejelekan-kejelekannya
-          Tidak ikut campur pada permasalahan-permasalahan pribadinya yang tidak ia tampakkan kepada kita
-          Menjaga rahasia-rahasia probadinya
4. Menjauhi Berburuk Sangka Terhadap Saudaranya
Selayaknya bagi seorang yang bersahabat untuk tidak berburuk sangka kepada sahabatnya karena dengan berburuk sangka bisa mengakibatkan rusaknya hubungan diantara mereka. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :” Jauhilah prasangka karena sesungguhnya prasangka adalah berita yang paling dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Menjauhi Perdebatan dengan Saudaranya
Merupakan hak-hak persaudaraan Islam adalah menghindari perdebatan diantara merela. Karena perdebatan dapat memudarkan rasa cinta dan menyebabkan sirnanya ni;ai persahabatan, merusak persahabatan yang telah terjalin, dan menimbulkan kebencian, permusuhan serta terputusnya hubungan diatara manusia.
6. Berbuat dengan Lisan     
Diantara cara berbuat baik dengan lisan adalah :
-          Tidak pelit untuk mengungkapkan kecintaan kepada saudaranya
-          Memujinya tetapi tidak dihadapnnya. Karena memuji dihadapannya bisa menimbulkan sifat ujub
-          Berteriakasih atas kebaikan-kebaikannya
7. Memaafkan kesalahanSaudaranya
Tidaklah ada dua orang sahabat atau dua orang bersaudara atau lebih kecuali pasti diantara mereka yang berbuat salah. Pasti salah satu akan melihat kesalahan yang lain, saudaranya pasti akan menimbulkan luka, karena mereka adalah manusia. Oleh karena itu, termasuk hak-hak persaudaraan adalah saling memaafkan
8. Turut gembira dengan karunia yang Allah SWT berikan kepadanya
Termasuk hak-hak persaudaraan adalah ketika Allah SWT memberikan kepad salah seorang saudara kita karunia dan kenikmatan, maka kita turut bergembira dengan hal itu. Seolah-olah Allah SWT memberikan karunia itu kepada kita. Dan hal ini akan menjauhkan kita dari perbuatan saling mendengki
9. Menjalin kerjasama dalam kebaikan
Hendaknya bagi orang yang bersahabat terjadi tolong-menolong dalam kebaikan. Allah SWT berfirman :”Dan tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan” (QS.Al-Maidah : 2)
10 Saling Bermusyawarah
Hendaknya diantara orang yang bersaudara terjadi musyawarah. Janganlah salah seorang diantara mereka memutuskan perkaranya sendiri, namun hendaknya dimusyawarahkan.

(Dikutip dari Buletin “Al Ilmu “ Th VII/Edisi 1341 Rabi’ul Akhir 1433H/ Maret 2012)

Senin, 23 April 2012

PENGARUH JARAK TANAM DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENGARUH JARAK TANAM DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

THE EFFECT OF PLANT SPACING AND WEED CONTROL METHODS ON THE GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN


Kharis Triyono
Fak. Pertanian Univ. Slamet Riyadi Surakarta



ABSTRACT

The experiment was conducted the study the effects of plant spacing and weed control methods on the growth and yield of soybean The experiment was done from April to July 2009 in Jumantono Karanganyar Central  Java. RCBD was  used experiment with three replication . The plant spacing were 40 x 15 cm (Jl) and 30 x 20 cm (J2). The four treatments of weed control methods were without weeding control (G0) , twice weeding (Gl), application of fomesafen herbicide (G2) and rice straw mulch (G3).
The result showed that application of fomesafen herbicide decreased weed growth and its dry weight ; and increased soybean yield. It was higher than another weed control The plant spacing affect leaves area at 6 week and soybean yield per plot.

Key words : plant spacing, weed control methods, soybean yield


PENDAHULUAN

Kedelai merupakan tanaman pangan mempunyai nilai gizi relatip tinggi dibanding polowijo lainnya, terutama protein, lemak, vitamin maupun mineral lainnya. Selain sebagai bahan pangan kedelai digunakan sebagai bahan dasar industri kosmetik, obat-obatan , keju dan pakan ternak. Di kawasan Asia Indonesia merupakan negara penghasil kedelai terbesar ketiga setelah Cina dan India, dan Negara terbesar keenam di dunia (FAO, 1977 cit Sarwanto dan Wudianto (l999). Namun produktivitasnya masih rendah yaitu 1,1 ton per hektar. Walaupun secara teoritis jika tanpa hambatan apapun produktivitas kedelai di Indonesia maksimum 3 – 3,5 ton/ha. Rendahnya hasil tersebut disebabkan oleh banyak factor diantaranya adalah pengelolaan jasad pengganggu khususnya gulma yang belum optimal.
Gulma pada tanaman kedelai menyebabkan terjadinya persaingan dalam pengembilan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh . Penurunan hasil akibat persaingan dengan gulma dapat mencapai 52,49 persen (Hasanudin cit, Husnalita et al., 1996). Menurut Arjasa dan Bangun (l985) bila gulma yang tumbuh pada tanaman kedelai tidak disiang penurunan hasil berkisar antara 18 – 76 persen. Oleh karena itu agar tanaman dapat memberikan hasil yang tinggi maka tanaman harus mampu mendapatkan faktor tumbuh yang optimal dengan meminimalkan terjadinya persaingan inter maupun intra spesifik. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanam dan dengan pengendalian gulma.
Jarak tanam mempengaruhi lingkungan fisik baik langsung maupun tidak langsung melalui persaingan antar tanaman dalam memanfaatkan faktor tumbuh. Jarak tanaman yang tepat tajuk tanaman akan segera menutup yang secara tidak langsung akan menghambat pertumbuhan gulma sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik yang akhirnya dapat memberikan hasil yang tinggi (Bunting, 1973)
Pengendalian gulma merupakan upaya untuk menekan pertumbuhan gulma hingga tidak menimbulkan gangguan terhadap tanaman. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain secara mekanis, kultur teknis, biologis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara mekanis dengan penyiangan dengan tangan membutuhkan tenaga kerja sekitar 35 – 40 HOK per hektar, sedang pengendalian secara kimiawi dengan herbisida hanya memerlukan 3-4 HOK per hektar (Sudirman dalam Chaerudin dan Noor, 1996). Selain hal tersebut pengendalian dapat dilakukan dengan mulsa. Pemanfaatan gulma insitu sebagai mulsa untuk mengendalikan gulma terutama pada agroekosistem lahan kering bermanfaat banyak terhadap produktivitas tanah dan tanaman. Bangun (l988) melaporkan bahwa Kiyambang (Salvinia molesta) diberikan saat tanam atau 7 hari setelah tanam cukup efektip mengendalikan gulma pada padi sawah, sedangkan pemberian mulsa jerami 10 ton per hektar mampu menekan pertumbuhan gulma 53,05% pada tanaman Jahe (Sudirman et al., 1988).
Beberapa faktor yang mempengaruhi keefektipan pengendalian gulma, antara lain jenis gulma yang berkembang, cara pengendalian yang diterapkan, sistem tanam, iklim serta tipologi lahannya. Apabila salah satu faktor tidak mendukung maka keefektipan pengendalian akan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu diuji cara pengendalian gulma yang dapat dikembangkan pada tanaman kedelai yang ditanam dengan jarak tanam yang berbeda.
BAHAN DAN METODE
Penelitian Dilakukan di desa Genengan Kec. Jumantono Karanganyar dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2009.Penelitian dilakukan pada tanah sawah menggunakan rangcangan acak kelompok lengkap dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor I adalah jarak tanam yang terdiri dari dua aras yaitu : Jarak tanam 40 x 15 cm (Jl) dan jarak tanam 30 x 20 cm (J2). Faktor II adalah cara pengendalian gulma yang terdiri dari 4 aras yaitu : Tanpa penyiangan (G0), Penyiangan dengan kored dua kali pada umur 3 dan 6 minggu setelah tanam (G1) , penggunaan herbisida Fomesafen (Reflek 3 l/ha) pada umur 2 minggu setelah tanam (G2) dan penggunaan mulsa jerami (G3). Data dianalisis dengan Analisis keragaman pada jenjang nyata 5% dan uji LSD pada jenjang nyata 5%.
Kedelai ditanam dengan jarak tanam sesuai perlakuan dengan ukuran petak percobaan 1,5 x 2,8 m. Pemupukan menggunakan pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 21 gr, 42gr dan 21 gr per petak percobaan. Pemupukan dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk dasar dengan pupuk SP-36 dan KCl serta ½ dosis pupuk urea. Pada umur 3 minggu ½ dosis pupuk Urea diberikan sebagai pupuk susulan.
Analisis vegetasi gulma dilakukan sebelum pengolahan tanah dan saat tanaman berumur 10 minggu, menggunakan metode kuadrat dengan ukuran plot 0,5 x 0,5 m. Parameter gulma yang diamati meliputi sumed dominance ratio dan efisiensi pengendalian gulma. Parameter tanaman yang diamati meliputi berat kering tanaman, jumlah polong isi/tanaman, bobot biji /tanaman, bobot biji /petak dan bobot 100 biji.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis vegatasi gulma menunjukkan pergeseran gulma dominan antara sebelum dan sesudah pengolahan tanah hanya terjadi pada perlakuan penyiangan, sedang perlakuan lainnya gulma yang dominan sama dengan sebelum pengolahan tanah. Pada perlakuan penyiangan dan penggunaan herbisida terjadi penurunan jenis gulma dari 13 jenis sebelum pengolahan tanah menjadi 11 dan 10 jenis setelah pengolahan tanah (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai SDR sebelum dan sesudah pengolahan tanah

Jenis Gulma
Sebelum
Olah tanah
Setelah Perlakuan

G0
Gl
G2
G3
Ageratum conyzoides
Commelina nodiflora
Cynodon dactylon
Cyperus rotundus
Digitaris sp
Emilia sonnchifolia
Eulisine indica
Hedyotis diffusa
Ludwigia adcendes
Marsilea crenata
Melochia corchorifolia
Oryza sativa
Hpysalis angulata

3.08
16.12
6.30
19.51
2.04
2.29
31.42
6.68
2.81
3.03
3.17
0.08
3.64

1.45
16.13
4.99
16.28
2.96
2.37
32.54
5.34
1.26
5.15
2.06
1.58
8.77
2.38
14.80
5.82
26.95
2.77
1.71
26.76
6.97
0
6.09
3.59
0
3.06
0
12.87
7.70
18.88
0
3.52
38.81
7.04
1.59
6.37
4.13
0
0
1.93
18.37
5.35
23.89
4.15
0.78
24.84
5.92
2.14
8.10
0.07
3.54
1.81

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering ketiga jenis gulma yaitu gulma teki, rumput dan gulma daun lebar (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jarak tanam antar baris maupun dalam baris tanaman tetapi jumlah populasi tanaman yang sama, tidak menyebabkan perbedaan tingkat pertumbuhan dari gulma. Cara pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma (Tabel 2).











Tabel 2. Berat kering gulma saat tanaman umur 10 mst (g)

Perlakuan
Gulma
Rumput
Teki
Daun Lebar
J1
J2

G0
G1
G2
G3

J1G0
J1G1
J1G2
J1G3
J2G0
J2Gl
J2G2
J2G3
12.77
12.42

11.11a
5.40c
1.06d
7.62b

11.21
5.35
1.11
7.87
11.01
5.45
1.01
7.37
16.56
19.24

12.96a
10.45c
1.06d
11.36b

11.91
8.88
0.50
11.81
13.93
12.02
1.61
10.90

20.90
20.30

20.60a
8.28c
2.92d
9.39b

21.31
6.96
3.53
9.99
19.89
9.59
2.32
8.78

      Keterangan  : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf uji LSD 5%

Herbisida fomesafen mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan gulma nyata lebih baik dari penyiangan dua kali dan penggunaan mulsa jerami. Penggunaan mulsa efektivitasnya sama dengan pengendalian gulma dengan penyiangan dua kali (Tabel 3), sehingga penggunaan mulsa dapat menggantikan penyiangan untuk menekan pertumbuhan gulma. Penggunaan mulsa disamping dapat menghemat tenaga kerja dibandingkan penyiangan juga dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kesuburan tanah.

Tabel 3. Rerata efisiensi pengendalian gulma pada tanaman kedelai
Perlakuan
Efisiensi (%)
G0
G1
G2
G3
-
47.29b
89.57a
37.12b
Keterangan  : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan
                       tidak bedanyata pada taraf uji LSD 5%

Efisiensi pengendalian gulma tertinggi dicapai pada perlakuan pengendalian dengan herbisida fomesafen, sehingga penggunaan herbisida fomesafen merupakan cara yang tepat untuk mengendalikan gulma pada tanaman  kedelai.
Pertumbuhan tanaman dalam penelitian ini digambarkan oleh parameter berat kering tanaman. Jarak tanam tidak berpengaruh nyata pada berat kering tanaman sedangkan perlakuan penyiangan berpengaruh nyata pada berat kering tanaman pada umur 4 minggu setelah tanam tetapi tidak berpengaruh nyata pada umur 5 dan 6 minggu setelah tanam (Tabel 4)

Tabel 4. Berat kering tanaman umur 4, 5 dan 6 mst (g)

Perlakuan
Berat kering umur (mst)
4
5
6
J1
J2

G0
G1
G2
G3

J1G0
J1G1
J1G2
J1G3
J2G0
J2Gl
J2G2
J2G3
8.66
8.73

6.41a
9.64c
10.75d
7.97b

7.17
8.78
9.29
9.39
5.65
10.50
12.22
6.56
19.54
17.27

17.17
19.49
20.90
16.05

20.40
20.40
19.19
18.18
13.93
18.58
22.62
13.93

29.79
25.60

25.35
28.48
28.68
28.28

27.47
33.02
26.46
31.31
23.23
23.93
30.90
24.34
      Keterangan  : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan
                             tidak beda nyata pada taraf uji LSD 5%

Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh pada komponen hasil tetapi perlakuan cara pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap komponen hasil dan hasil kedelai. Jumlah polong  per tanaman , bobot biji pertanaman dan per petak tertinggi pada perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida fomesafen kemudian diikuti oleh perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan mulsa jerami (Tabel 5).

Tabel 5. Komponen hasil dan hasil kedelai

Perlakuan
Jumlah polong isi/tanaman
Bobot 100 biji(g)
Bobot biji/tanaman
Bobot biji/petak
J1
J2

G0
G1
G2
G3

J1G0
J1G1
J1G2
J1G3
J2G0
J2Gl
J2G2
J2G3
60.42
62.65

27.60d
70.36b
91.11a
57.06c

27.85
68.17
90.06
55.63
27.35
72.54
92.16
58.49
10.80
10.80

9.59c
11.49b
11.63a
10.48c

9.58
11.63
11.27
10.72
9.59
11.34
12.05
10.24
10.01
10.30

5.30d
11.66b
13.35a
10.39c

5.45
11.48
12.85
10.27
5.15
11.84
13.83
10.50
170.10
179.86

121.80d
186.80b
208.80a
182.56c

120.80
177.93
202.33
179.38
122.79
195.67
215.26
185.74
Keterangan  : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan
                       tidak beda nyata pada taraf uji LSD 5%


Hal ini ternyata berhubungan positip dengan tinggi rendahnya berat kering gulma. Berat kering mencerminkan tingkat pertumbuhan sehingga pada perlakuan yang menghasilkan berat kering rendah , maka pertumbuhan gulmanya juga rendah (pertumbuhan gulma tertekan). Hal ini mempengaruhi kemampuan tanaman kedelai dalam berkompetisi untuk mendapatkan faktor tumbuh dengan gulma. Sehingga hasil kedelai tertinggi didapatkan pada petak percobaan yang berat kering gulmanya paling rendah yaitu pada perlakuan dengan herbisida fomesafen. Namun demikian semua cara pengendalian gulma dapat menekan pertumbuhan gulma (Tabel 2), sehingga tanaman dapat memanfaatkan faktor tumbuh (unsur hara, air , cahaya matahari dan lain-lain) yang tersedia dalam jumlah terbatas dengan leluasa tumbuh dan berproduksi yang lebih baik.





KESIMPULAN
  1. Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap hasil kedelai per petak tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman, berat kering gulma dan hasil kedelai per tanaman.
  2. Cara pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman umur 4 minggu setelah tanam, berat kering gulma dan hasil kedelai.
  3. Berbagai cara pengendalian mampu menekan pertumbuhan gulma dan pengendalian herbisida fomesafen memberikan efisiensi pengendalian serta hasil kedelai nyata paling tinggi.


DAFTAR PUSTAKA
Sarwanto, A dan R.,Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah Kering dan Pasang surut. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 h
Arjasa, W.S dan P. Bangun. 1985. Pengendalian Gulma Pada Kedelai Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor h 357 – 367.
Bangun, P. 1988. Pemanfaatan Kiyambang untuk Mengendalikan Gulma Pada Padi Sawah. Prosiding konferensi ke XII HIGI . h 209 – 216
Bunting. 1973. Plant Density and Yield of Grain Maize in England Agric J. h 455 – 463
Chaerudin dan R. Noor. 1996. Pengendalian Gulma pada penyiapan Lahan Budidaya Padi di Lahan Tadah Hujan Kalimantan Selatan. Prosiding Konferensi XIII HIGI. h 411 – 414.
Husnalita, Hasanudin dan Jauharlina. 1996. Pengaruh Herbisida Pra tumbuh dan Pemupukan Nitrogen Terhadap Gulma Serta hasil Kedelai. Prosiding konferensi XIII HIGI. h 429 – 433
Sudirman,H.S., A Nugroho dan E Widaryanto. 1988. Pengaruh Pemberian Mulsa dan Waktu Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe.Kuning. Prosiding konferensi IX HIGI.  h 298 – 310.