PENGARUH JARAK TANAM
DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI
THE EFFECT OF PLANT
SPACING AND WEED CONTROL METHODS ON THE GROWTH AND YIELD OF SOYBEAN
Kharis Triyono
Fak. Pertanian Univ.
Slamet Riyadi Surakarta
ABSTRACT
The experiment was conducted the study the
effects of plant spacing and weed control methods on the growth and yield of
soybean The experiment was done from April to July 2009 in Jumantono
Karanganyar Central Java. RCBD was used experiment with three replication . The
plant spacing were 40 x 15 cm (Jl) and 30 x 20 cm (J2). The four treatments of
weed control methods were without weeding control (G0) , twice weeding (Gl),
application of fomesafen herbicide (G2) and rice straw mulch (G3).
The result showed that application of
fomesafen herbicide decreased weed growth and its dry weight ; and increased
soybean yield. It was higher than another weed control The plant spacing affect
leaves area at 6 week and soybean yield per plot.
Key words : plant spacing, weed control methods, soybean yield
PENDAHULUAN
Kedelai merupakan tanaman pangan mempunyai nilai gizi relatip tinggi
dibanding polowijo lainnya, terutama protein, lemak, vitamin maupun mineral
lainnya. Selain sebagai bahan pangan kedelai digunakan sebagai bahan dasar
industri kosmetik, obat-obatan , keju dan pakan ternak. Di kawasan Asia
Indonesia merupakan negara penghasil kedelai terbesar ketiga setelah Cina dan India,
dan Negara terbesar keenam di dunia (FAO, 1977 cit Sarwanto dan Wudianto (l999). Namun produktivitasnya masih
rendah yaitu 1,1 ton per hektar. Walaupun secara teoritis jika tanpa hambatan
apapun produktivitas kedelai di Indonesia
maksimum 3 – 3,5 ton/ha. Rendahnya hasil tersebut disebabkan oleh banyak factor
diantaranya adalah pengelolaan jasad pengganggu khususnya gulma yang belum
optimal.
Gulma pada tanaman kedelai menyebabkan terjadinya persaingan dalam
pengembilan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh . Penurunan hasil akibat
persaingan dengan gulma dapat mencapai 52,49 persen (Hasanudin cit, Husnalita et al., 1996). Menurut Arjasa dan Bangun (l985) bila gulma yang
tumbuh pada tanaman kedelai tidak disiang penurunan hasil berkisar antara 18 –
76 persen. Oleh karena itu agar tanaman dapat memberikan hasil yang tinggi maka
tanaman harus mampu mendapatkan faktor tumbuh yang optimal dengan meminimalkan
terjadinya persaingan inter maupun intra spesifik. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan jarak
tanam dan dengan pengendalian gulma.
Jarak tanam mempengaruhi
lingkungan fisik baik langsung maupun tidak langsung melalui persaingan antar
tanaman dalam memanfaatkan faktor tumbuh. Jarak tanaman yang tepat tajuk
tanaman akan segera menutup yang secara tidak langsung akan menghambat
pertumbuhan gulma sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik yang akhirnya
dapat memberikan hasil yang tinggi (Bunting, 1973)
Pengendalian gulma merupakan
upaya untuk menekan pertumbuhan gulma hingga tidak menimbulkan gangguan
terhadap tanaman. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain secara mekanis, kultur teknis, biologis dan kimiawi. Pengendalian
gulma secara mekanis dengan penyiangan dengan tangan membutuhkan tenaga kerja
sekitar 35 – 40 HOK per hektar, sedang pengendalian secara kimiawi dengan
herbisida hanya memerlukan 3-4 HOK per hektar (Sudirman dalam Chaerudin
dan Noor, 1996). Selain hal tersebut pengendalian dapat dilakukan dengan mulsa.
Pemanfaatan gulma insitu sebagai mulsa untuk mengendalikan gulma terutama pada
agroekosistem lahan kering bermanfaat banyak terhadap produktivitas tanah dan
tanaman. Bangun (l988) melaporkan bahwa Kiyambang (Salvinia molesta) diberikan saat tanam atau 7 hari setelah tanam
cukup efektip mengendalikan gulma pada padi sawah, sedangkan pemberian mulsa
jerami 10 ton per hektar mampu menekan pertumbuhan gulma 53,05% pada tanaman
Jahe (Sudirman et al., 1988).
Beberapa faktor yang
mempengaruhi keefektipan pengendalian gulma, antara lain jenis gulma yang
berkembang, cara pengendalian yang diterapkan, sistem tanam, iklim serta
tipologi lahannya. Apabila salah satu faktor tidak mendukung maka keefektipan
pengendalian akan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka perlu
diuji cara pengendalian gulma yang dapat dikembangkan pada tanaman kedelai yang
ditanam dengan jarak tanam yang berbeda.
BAHAN DAN METODE
Penelitian Dilakukan di desa
Genengan Kec. Jumantono Karanganyar dari bulan April sampai dengan bulan Juli
2009.Penelitian dilakukan pada tanah sawah menggunakan rangcangan acak kelompok
lengkap dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor I adalah jarak tanam yang
terdiri dari dua aras yaitu : Jarak tanam 40 x 15 cm (Jl) dan jarak tanam 30 x
20 cm (J2). Faktor II adalah cara pengendalian gulma yang terdiri dari 4 aras
yaitu : Tanpa penyiangan (G0), Penyiangan dengan kored dua kali pada umur 3 dan
6 minggu setelah tanam (G1) , penggunaan herbisida Fomesafen (Reflek 3 l/ha)
pada umur 2 minggu setelah tanam (G2) dan penggunaan mulsa jerami (G3). Data
dianalisis dengan Analisis keragaman pada jenjang nyata 5% dan uji LSD pada
jenjang nyata 5%.
Kedelai ditanam dengan jarak
tanam sesuai perlakuan dengan ukuran petak percobaan 1,5 x 2,8 m. Pemupukan
menggunakan pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 21 gr, 42gr
dan 21 gr per petak percobaan. Pemupukan dilakukan pada saat tanam sebagai
pupuk dasar dengan pupuk SP-36 dan KCl serta ½ dosis pupuk urea. Pada umur 3
minggu ½ dosis pupuk Urea diberikan sebagai pupuk susulan.
Analisis vegetasi gulma
dilakukan sebelum pengolahan tanah dan saat tanaman berumur 10 minggu,
menggunakan metode kuadrat dengan ukuran plot 0,5 x 0,5 m. Parameter gulma yang
diamati meliputi sumed dominance ratio dan efisiensi pengendalian gulma.
Parameter tanaman yang diamati meliputi berat kering tanaman, jumlah polong
isi/tanaman, bobot biji /tanaman, bobot biji /petak dan bobot 100 biji.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis vegatasi gulma
menunjukkan pergeseran gulma dominan antara sebelum dan sesudah pengolahan
tanah hanya terjadi pada perlakuan penyiangan, sedang perlakuan lainnya gulma
yang dominan sama dengan sebelum pengolahan tanah. Pada perlakuan penyiangan
dan penggunaan herbisida terjadi penurunan jenis gulma dari 13 jenis sebelum
pengolahan tanah menjadi 11 dan 10 jenis setelah pengolahan tanah (Tabel 1).
Tabel 1. Nilai SDR sebelum dan sesudah pengolahan tanah
Jenis Gulma
|
Sebelum
Olah tanah
|
Setelah Perlakuan
|
|||
|
G0
|
Gl
|
G2
|
G3
|
|
Ageratum conyzoides
Commelina nodiflora
Cynodon dactylon
Cyperus rotundus
Digitaris sp
Emilia sonnchifolia
Eulisine indica
Hedyotis diffusa
Ludwigia adcendes
Marsilea crenata
Melochia corchorifolia
Oryza sativa
Hpysalis angulata
|
3.08
16.12
6.30
19.51
2.04
2.29
31.42
6.68
2.81
3.03
3.17
0.08
3.64
|
1.45
16.13
4.99
16.28
2.96
2.37
32.54
5.34
1.26
5.15
2.06
1.58
8.77
|
2.38
14.80
5.82
26.95
2.77
1.71
26.76
6.97
0
6.09
3.59
0
3.06
|
0
12.87
7.70
18.88
0
3.52
38.81
7.04
1.59
6.37
4.13
0
0
|
1.93
18.37
5.35
23.89
4.15
0.78
24.84
5.92
2.14
8.10
0.07
3.54
1.81
|
Perlakuan jarak tanam tidak
berpengaruh nyata terhadap berat kering ketiga jenis gulma yaitu gulma teki,
rumput dan gulma daun lebar (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan
jarak tanam antar baris maupun dalam baris tanaman tetapi jumlah populasi
tanaman yang sama, tidak menyebabkan perbedaan tingkat pertumbuhan dari gulma.
Cara pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap berat kering gulma (Tabel
2).
Tabel 2. Berat
kering gulma saat tanaman umur 10 mst (g)
Perlakuan
|
Gulma
|
||
Rumput
|
Teki
|
Daun Lebar
|
|
J1
J2
G0
G1
G2
G3
J1G0
J1G1
J1G2
J1G3
J2G0
J2Gl
J2G2
J2G3
|
12.77
12.42
11.11a
5.40c
1.06d
7.62b
11.21
5.35
1.11
7.87
11.01
5.45
1.01
7.37
|
16.56
19.24
12.96a
10.45c
1.06d
11.36b
11.91
8.88
0.50
11.81
13.93
12.02
1.61
10.90
|
20.90
20.30
20.60a
8.28c
2.92d
9.39b
21.31
6.96
3.53
9.99
19.89
9.59
2.32
8.78
|
Keterangan : Angka yang diikuti
huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf uji LSD 5%
Herbisida fomesafen mempunyai
kemampuan menekan pertumbuhan gulma nyata lebih baik dari penyiangan dua kali
dan penggunaan mulsa jerami. Penggunaan mulsa efektivitasnya sama dengan
pengendalian gulma dengan penyiangan dua kali (Tabel 3), sehingga penggunaan
mulsa dapat menggantikan penyiangan untuk menekan pertumbuhan gulma. Penggunaan
mulsa disamping dapat menghemat tenaga kerja dibandingkan penyiangan juga dapat
meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kesuburan tanah.
Tabel 3. Rerata
efisiensi pengendalian gulma pada tanaman kedelai
Perlakuan
|
Efisiensi (%)
|
G0
G1
G2
G3
|
-
47.29b
89.57a
37.12b
|
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan
tidak bedanyata pada taraf uji LSD 5%
Efisiensi pengendalian gulma
tertinggi dicapai pada perlakuan pengendalian dengan herbisida fomesafen,
sehingga penggunaan herbisida fomesafen merupakan cara yang tepat untuk
mengendalikan gulma pada tanaman kedelai.
Pertumbuhan tanaman dalam
penelitian ini digambarkan oleh parameter berat kering tanaman. Jarak tanam
tidak berpengaruh nyata pada berat kering tanaman sedangkan perlakuan
penyiangan berpengaruh nyata pada berat kering tanaman pada umur 4 minggu setelah
tanam tetapi tidak berpengaruh nyata pada umur 5 dan 6 minggu setelah tanam
(Tabel 4)
Tabel 4. Berat
kering tanaman umur 4, 5 dan 6 mst (g)
Perlakuan
|
Berat kering umur (mst)
|
||
4
|
5
|
6
|
|
J1
J2
G0
G1
G2
G3
J1G0
J1G1
J1G2
J1G3
J2G0
J2Gl
J2G2
J2G3
|
8.66
8.73
6.41a
9.64c
10.75d
7.97b
7.17
8.78
9.29
9.39
5.65
10.50
12.22
6.56
|
19.54
17.27
17.17
19.49
20.90
16.05
20.40
20.40
19.19
18.18
13.93
18.58
22.62
13.93
|
29.79
25.60
25.35
28.48
28.68
28.28
27.47
33.02
26.46
31.31
23.23
23.93
30.90
24.34
|
Keterangan : Angka yang diikuti
huruf yang sama pada kolom menunjukkan
tidak beda nyata
pada taraf uji LSD 5%
Perlakuan jarak tanam tidak
berpengaruh pada komponen hasil tetapi perlakuan cara pengendalian gulma
berpengaruh nyata terhadap komponen hasil dan hasil kedelai. Jumlah polong per tanaman , bobot biji pertanaman dan per
petak tertinggi pada perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida fomesafen
kemudian diikuti oleh perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan mulsa jerami
(Tabel 5).
Tabel 5. Komponen hasil dan hasil
kedelai
Perlakuan
|
Jumlah
polong isi/tanaman
|
Bobot
100 biji(g)
|
Bobot
biji/tanaman
|
Bobot
biji/petak
|
J1
J2
G0
G1
G2
G3
J1G0
J1G1
J1G2
J1G3
J2G0
J2Gl
J2G2
J2G3
|
60.42
62.65
27.60d
70.36b
91.11a
57.06c
27.85
68.17
90.06
55.63
27.35
72.54
92.16
58.49
|
10.80
10.80
9.59c
11.49b
11.63a
10.48c
9.58
11.63
11.27
10.72
9.59
11.34
12.05
10.24
|
10.01
10.30
5.30d
11.66b
13.35a
10.39c
5.45
11.48
12.85
10.27
5.15
11.84
13.83
10.50
|
170.10
179.86
121.80d
186.80b
208.80a
182.56c
120.80
177.93
202.33
179.38
122.79
195.67
215.26
185.74
|
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada
kolom menunjukkan
tidak beda nyata pada taraf uji LSD 5%
Hal ini ternyata berhubungan
positip dengan tinggi rendahnya berat kering gulma. Berat kering mencerminkan
tingkat pertumbuhan sehingga pada perlakuan yang menghasilkan berat kering
rendah , maka pertumbuhan gulmanya juga rendah (pertumbuhan gulma tertekan).
Hal ini mempengaruhi kemampuan tanaman kedelai dalam berkompetisi untuk
mendapatkan faktor tumbuh dengan gulma. Sehingga hasil kedelai tertinggi didapatkan
pada petak percobaan yang berat kering gulmanya paling rendah yaitu pada
perlakuan dengan herbisida fomesafen. Namun demikian semua cara pengendalian
gulma dapat menekan pertumbuhan gulma (Tabel 2), sehingga tanaman dapat
memanfaatkan faktor tumbuh (unsur hara, air , cahaya matahari dan lain-lain)
yang tersedia dalam jumlah terbatas dengan leluasa tumbuh dan berproduksi yang
lebih baik.
KESIMPULAN
- Jarak tanam berpengaruh nyata terhadap hasil kedelai per petak tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman, berat kering gulma dan hasil kedelai per tanaman.
- Cara pengendalian gulma berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman umur 4 minggu setelah tanam, berat kering gulma dan hasil kedelai.
- Berbagai cara pengendalian mampu menekan pertumbuhan gulma dan pengendalian herbisida fomesafen memberikan efisiensi pengendalian serta hasil kedelai nyata paling tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sarwanto,
A dan R.,Wudianto. 1999. Meningkatkan
Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah Kering dan Pasang surut. Penebar
Swadaya. Jakarta. 86 h
Arjasa,
W.S dan P. Bangun. 1985. Pengendalian
Gulma Pada Kedelai Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor h 357 – 367.
Bangun, P.
1988. Pemanfaatan Kiyambang untuk
Mengendalikan Gulma Pada Padi Sawah. Prosiding konferensi ke XII
HIGI . h 209 – 216
Bunting. 1973. Plant
Density and Yield of Grain Maize in England Agric J. h 455 – 463
Chaerudin dan R. Noor. 1996. Pengendalian Gulma pada penyiapan Lahan Budidaya Padi di Lahan Tadah
Hujan Kalimantan Selatan. Prosiding Konferensi XIII HIGI. h 411 – 414.
Husnalita, Hasanudin dan Jauharlina. 1996. Pengaruh Herbisida Pra tumbuh dan Pemupukan
Nitrogen Terhadap Gulma Serta hasil Kedelai. Prosiding konferensi XIII
HIGI. h 429 – 433
Sudirman,H.S., A Nugroho dan E
Widaryanto. 1988. Pengaruh
Pemberian Mulsa dan Waktu Pengendalian Gulma Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Jahe.Kuning. Prosiding konferensi IX HIGI. h 298 – 310.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar